Salah satu lembaga yang bertugas menjaga stabilitas harga dan nilai mata uang suatu negara adalah Bank Sentral. Bank Sentral merupakan lembaga independen yang memiliki otoritas untuk mengambil ataupun menentukan kebijakan moneter di suatu negara. Dan saat ini, sejalan dengan semakin majunya perekonomian dunia hampir setiap negara memiliki bank sentral. Namun tentu saja, bentuk kelembagaan, nama, serta peran yang dijalankan bank sentral tersebut berbeda di tiap-tiap negara.
Mengenal Bank Sentral
Kita semua mungkin sudah sedikit banyak mengenal mengenai apa itu bank sentral. Namun secara umum hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang definisi bank sentral. Dikutip dari buku Pengantar Kebanksentralan karya Iskandar Simorangkir (2014), Bank sentral adalah lembaga otoritas yang memiliki peran sentral dan strategis dalam menjaga kestabilan ekonomi yang berkembang secara dinamis sebagai respon dari semakin tingginya kompleksitas permasalahan ekonomi.
Bank sentral pada awalnya merupakan salah satu bank komersial yang kemudian mendapatkan mandat khusus, yaitu menerbitkan uang kartal dan sebagai lender of the last resort. Mandat itu terus terbawa hingga lembaga tersebut meninggalkan peran sebagai bank komersial dan menjadi murni bank sentral.
Pada umumnya bank komersial yang berkembang menjadi bank sentral adalah bank komersial yang memiliki reputasi baik yang kemudian diberi hak khusus oleh pemerintah untuk menerbitkan dan mengedarkan uang. Bank tersebut juga bertindak sebagai bankir pemerintah yang juga kemudian berkembang menjadi bank sirkulasi. Pada fase sebagai bank sirkulasi ini, peran di bidang moneter masih terbatas dikarenakan permasalahan di bidang moneter belum begitu kompleks.
Seiring perkembangan ekonomi, peran bank sentral dalam hal kebijakan moneter, perbankan dan sistem pembayaran semakin meningkat. Adanya kecenderungan kebijakan fiskal ekspansif yang berdampak negatif terhadap stabilitas harga, pada gilirannya membuat bank sentral harus mengambil alih fungsi perencanaan dan penerbitan uang dari pemerintah. Dengan kata lain, fungsi pengedaran uang kini sepenuhnya menjadi tugas bank sentral. Fungsi ini masih melekat pada bank sentral hingga saat ini.
Tidak berhenti sampai di situ, seiring dengan perkembangan pasar keuangan, bank sentral juga memiliki peran dalam pengaturan penyelenggaraan sistem pembayaran nasional suatu negara. Hal ini tidak terlepas dari semakin meluasnya definisi uang yang semula hanya mencakup uang kartal (narrow money) menjadi termasuk pula uang kuasi (quacy money) yang menjadi bagian pengertian broad money.
Di masa sekarang peran bank sentral terus semakin meluas terutama dalam sistem keuangan yang semakin dinamis. Meningkatnya hubungan dagang dengan pihak asing menyebabkan peran bank sentral sebagai penyedia likuiditas di pasar uang semakin meningkat. Dalam hal ini bank sentral dituntut untuk fokus menjaga kestabilan nilai uang (terutama nilai tukar), dan mulai melepaskan peran sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
Banyaknya tugas dan tuntutan inilah yang menyebabkan bank sentral mulai melepaskan diri dari intervensi pemerintah dan menjadi lembaga yang independen. Tugas pokoknya kini hanya satu, yaitu menjaga stabilitas nilai mata uang baik dari sisi harga domestik (inflasi) maupun nilai tukar terhadap mata uang asing demi mendukung pertumbuhan ekonomi.
Peran dan Fungsi Bank Sentral
Bank sentral menjadi lembaga keuangan sentral yang memiliki peran strategis dalam pengelolaan perekonomian suatu negara. Pentingnya peranan bank sentral dapat dilihat dari enam dan fungsi bank sentral, yaitu sebagai bank sirkulasi, kasir pemerintah, banker’s bank, otoritas moneter, otoritas sistem keuangan, dan otoritas sistem pembayaran.
Pertama, sebagai bank sirkulasi, bank sentral diberi mandat untuk menerbitkan dan mengatur alat/instrumen pembayaran yang sah di suatu negara atau wilayah (beberapa negara). Dengan kewenangannya itu, bank sentral memiliki kemampuan yang besar untuk mempengaruhi likuiditas perekonomian, baik menambah maupun mengurangi likuiditas.
Kedua, sebagai kasir pemerintah, bank sentral diberikan mandat untuk melakukan berbagai layanan perbankan bagi pemerintah. Sebagai kasir pemerintah, bank sentral bertugas memelihara rekening pemerintah, mengelola transaksi pemerintah dengan mata uang domestik dan mata uang asing, mengelola utang pemerintah, serta memfasilitasi pemerintah dalam membiayai pengeluaran pembangunan.
Ketiga, sebagai banker’s bank, bank sentral bertindak sebagai bankir bagi bank komersial, alias “bank-nya bank”. Karena berperan sebagai banker’s bank, maka bank sentral dalam hal ini dapat bertindak sebagai lender of the last resort (tempat peminjaman yang terakhir) bagi bank komersial yang menghadapi permasalahan keuangan likuiditas dalam jangka pendek.
Keempat, sebagai otoritas moneter, bank sentral diberi mandat untuk memelihara stabilitas moneter melalui pengendalian besaran moneter, membuat dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur, mengawasi, dan mengendalikan sistem moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Kelima, sebagai otoritas sistem keuangan, bank sentral diberi mandat penting untuk mencapai dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Tugas dan peran bank sentral sebagai penjaga stabilitas keuangan meliputi upaya untuk mendorong sistem keuangan yang aman dan efisien. Stabilitas keuangan tentunya menjadi syarat penting bagi terciptanya stabilitas moneter.
Keenam, sebagai otoritas sistem pembayaran, bank sentral diberi mandat untuk menjaga kelancaran dan keamanan sistem pembayaran. Bank sentral berperan mengatur dan melaksanakan sistem pembayaran mencakup sekumpulan kesepakatan, aturan, standar, dan prosedur yang digunakan dalam mengatur peredaran uang antarpihak dalam melakukan kegiatan ekonomi dan keuangan dengan menggunakan instrumen pembayaran yang sah.
Tujuan Bank Sentral
Bank sentral di tiap-tiap negara memiliki tujuan yang berbeda-beda. Beberapa bank sentral memiliki tujuan tunggal yang harus dicapai yaitu menjaga kestabilan harga. Sementara yang lainnya memiliki lebih dari satu tujuan seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan kestabilan harga.
Pada awal perkembangannya, bank sentral memang memiliki tujuan yang beragam (multiple objectives). Tujuan tersebut antara lain menjaga kestabilan harga dan nilai tukar, menjaga kesinambungan neraca pembayaran, mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, serta menciptakan kesempatan kerja dan kesejahteraan umum.
Tugas bank sentral yang turut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mendorong pembangunan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan juga menjaga tingkat pengangguran pada tingkat rendah, menjadikannya sebagai agent of development. Tugas tersebut dapat dilakukan salah satunya melalui kewenangan pengaturan perkreditan dan atau penyaluran kredit.
Namun dewasa ini, tujuan bank sentral sebagai agent of development mulai ditinggalkan. Tujuan bank sentral secara umum mengalami pergeseran dari yang semula bertujuan lebih dari satu (multiple objectives) menjadi hanya memiliki satu tujuan utama (single objective).
Bank sentral dengan multiple objectives terkadang harus menjalankan berbagai kebijakan yang dampaknya bisa saling bertentangan. Contohnya mandat menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang dilakukan melalui penerapan kebijakan penurunan suku bunga, justru berpotensi mengakibatkan terjadinya inflasi seiring dengan peningkatan jumlah uang beredar.
Contoh lainnya yaitu ketika bank sentral berupaya untuk meningkatkan kapasitas output perekonomian dan memperluas kesempatan kerja, pada gilirannya akan berlawanan dengan upaya bank sentral untuk menjaga kestabilan harga. Oleh karena itu, banyak negara yang akhirnya menyesuaikan tujuan bank sentral dari multiple objectives menjadi single objective, yaitu hanya mencapai dan memelihara kestabilan harga.
Bank Indonesia, dewasa ini, misalnya contoh bank sentral yang memiliki tujuan tunggal yakni memelihara stabilitas moneter. Adapun Federal Reserve Bank dan Reserve Bank of Australia memiliki mandat sebagai agen pembangunan di samping otoritas moneter. Pada contoh yang lain, Bank of Japan dan Bank of India merupakan bank sentral yang memiliki mandat pengendalian moneter dan pengendalian sistem pembayaran.
Bank Indonesia
Di Indonesia, lembaga yang bertindak sebagai bank sentral adalah Bank Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia (BI) adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain.
Bank Indonesia sebagai bank sentral baru terbentuk pada tahun 1953 setelah De Javasche Bank dinasionalisasi oleh Pemerintah. Pada periode tersebut fungsi bank sentral hanya terbatas sebagai bank sirkulasi yang bertujuan menjaga stabilitas mata uang, menyelenggarakan pengedaran uang, memajukan sistem pembayaran, mengawasi kegiatan perbankan dan perkreditan, serta mengelola devisa negara.
Pada periode selanjutnya, sesuai dengan Undang-Undang No.13 tahun 1968 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia masih tetap menjadi bagian dari Pemerintah, namun tidak lagi mempunyai peran ganda sebagai bank komersial. Tujuan Bank Indonesia juga menjadi lebih fokus, yaitu pertama mengatur, menjaga, dan memelihara stabilitas nilai rupiah, dan kedua mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pada era ini Bank Indonesia berperan sebagai agen pembangunan, kasir pemerintah, dan bankir bank.
Sampai dengan tahun 1997, Bank Indonesia masih menjadi bank sentral dengan tujuan yang beragam (multiple objectives). Namun setelah krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997 – 1998, terjadi pergeseran tujuan yang semula beragam menjadi tujuan tunggal (single objective) sesuai UU No. 23 Tahun 1999 yaitu fokus kepada mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Untuk mencapai tujuan kestabilan rupiah, sejak tahun 1999 tugas Bank Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut yaitu (i) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, (ii) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan (iii) mengatur dan mengawasi bank. Dan seiring dengan pergeseran tujuan tersebut, akhirnya Bank Indonesia memperoleh status sebagai bank sentral yang independen berdasarkan UU No. 23/1999 tanggal 17 Mei 1999 yang kemudian dikukuhkan pula dalam amandemen UUD 1945.
Selanjutnya, tugas dan pengaturan dan pengawasan perbankan telah resmi beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhitung sejak 1 Januari 2014 sesuai amanat Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan undang-undang tersebut, pengawasan terhadap individual bank (mikroprudensial) dilakukan oleh OJK, namun BI masih tetap melakukan pengawasan terhadap makroprudensial.
Dengan beralihnya sebagian tugas BI ke OJK, tugas BI kini berubah menjadi mencapai dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Di samping itu, BI pun masih memiliki tugas pengawasan yang bersifat makroprudensial dengan melakukan surveillence terhadap bank-bank yang mempunyai risiko sistemik.
Referensi Utama:
Simorangkir, Iskandar. (2014). Pengantar Kebanksentralan (Teori dan Praktik di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada