Eksternalitas

Dalam suatu perekonomian yang terus berkembang, setiap aktivitas manusia seringkali mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Sebagai contoh mungkin kamu pernah melihat banyak pabrik yang membuang limbahnya ke sungai ataupun ke udara. Para ilmuwan meyakini bahwa begitu limbah tersebar dan mencemari lingkungan hidup, maka hal tersebut akan meningkatkan risiko penduduk untuk terkena berbagai macam penyakit.

Pencemaran lingkungan merupakan masalah tersendiri bagi masyarakat. Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, kita telah menyimak bagaimana pasar mengalokasikan sumber-sumber daya langka melalui kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Kita juga telah mengetahui, bahwa jika permintaan dan penawaran berada pada kondisi ekuilibrium, maka alokasi sumber-sumber dayanya efisien.

Adam Smith menyatakan bahwa “tangan tidak nampak” (invisible hand) yang terkandung dalam pasar mengarahkan segenap penjual dan pembeli di pasar yang pada dasarnya hanya mementingkan kepentingannya sendiri, berperilaku sedemikian rupa sehingga memaksimalkan keuntungan dari pasar, bagi seluruh masyarakat yang bersangkutan.

Hal ini merupakan salah satu inti pelajaran dari 10 Prinsip Ekonomi (N. Gregory Mankiw), yang berbunyi: Pasar secara umum adalah cara yang baik untuk mengorganisasikan kegiatan ekonomi. Tapi apakah pasar akan juga mampu mencegah pabrik-pabrik untuk tidak mencemari lingkungan?

Banyak hal baik yang dikerjakan oleh pasar, namun pasar tidak dapat mengerjakan semua hal yang baik. Dalam tulisan kali ini kita akan mulai mempelajari pelajaran penting bahwa pemerintah adakalanya mampu memperbaiki hasil yang dimunculkan oleh pasar.  

Mengenal Eksternalitas

Pasar sebenarnya seringkali gagal mengalokasikan sumber-sumber daya secara efisien. Berbagai bentuk kegagalan pasar akan kita masukkan ke dalam satu kategori umum yang disebut eksternalitas.

Eksternalitas (externality) adalah dampak tindakan seseorang atau suatu pihak terhadap kesejahteraan atau kondisi orang/pihak lain, dan orang tersebut tidak membayar maupun menerima kompensasi dari dampak tindakannya itu. Jika dampaknya merugikan, maka hal itu disebut eksternalitas negatif (negative externality). Sebaliknya, jika dampaknya menguntungkan disebut eksternalitas positif (positive externality).

Munculnya eksternalitas, membuat kepentingan masyarakat atas hasil-hasil suatu pasar tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan pembeli dan penjual, melainkan juga kesejahteraan pihak-pihak lain (di luar pembeli dan penjual). Karena pembeli dan penjual biasanya mengabaikan dampak-dampak eksternal dari tindakan mereka dalam memutuskan berapa permintaan dan penawaran mereka, maka eksternalitas akan selalu timbul, dan keberadaannya mengakibatkan pasar yang berada dalam kondisi ekuilibrium tidak efisien lagi.

Akibat adanya eksternalitas itu, ekuilibrium pasar tidak akan mampu memaksimalkan kesejahteraan total bagi suatu masyarakat secara keseluruhan. Pembuangan limbah ke alam tadi, misalnya, merupakan contoh eksternalitas negatif. Pabrik-pabrik yang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri tidak akan menghitung total kerugian berupa pencemaran lingkungan yang mereka timbulkan selama menjalankan produksi. Tanpa adanya intervensi pemerintah untuk mengendalikannya, maka perusahaan itu pun akan membuang limbah seenaknya.  

Dikutip dari buku Pengantar Ekonomi Edisi Kedua Jilid 1 karya N. Gregory Mankiw, disebutkan beberapa bentuk eksternalitas, dan karena itu jenis kebijakan pemerintah untuk mengendalikannya pun juga bervariasi. Berikut ini adalah beberapa contohnya:    

  • Asap dari knalpot kendaraan bermotor merupakan eksternalitas negatif, karena asap itu menyesakkan napas orang-orang yang berada di sekitarnya. Wujud eksternalitas ini adalah para pengendara mobil cenderung mencemari lingkungan. Di Indonesia, pemerintah pusat telah mencoba mengatasi persoalan tersebut dengan memberlakukan aturan emisi standar untuk kendaraan bermotor. Salah satu cara yang ditempuh pemerintah ialah memungut pajak bahan bakar, untuk menekan niat orang berkendara.

  • Pemeliharaan dan perbaikan gedung-gedung antik yang bersejarah menciptakan eksternalitas positif, karena orang-orang yang lewat di depannya akan ikut merasakan keindahan atau sensasi sejarahnya yang menyenangkan. Kesenangan itu mereka peroleh tanpa biaya apa pun. Namun demikian, keuntungan yang muncul dari perbaikan gedung-gedung bersejarah tersebut, tidak semuanya dinikmati oleh si pemilik gedung. Karena itulah mereka biasanya enggan memelihara atau merestorasi bangunan yang mereka miliki. Keengganan itu hanya dapat diatasi oleh pemerintah.

  • Anjing yang terus-menerus menggonggong di sebuah rumah jelas menciptakan eksternalitas negatif, karena para tetangga akan terganggu oleh kebisingannya. Pemilik anjing itu tidak memikul seluruh biaya/kerugiannya, sehingga mereka pun tidak terdorong untuk berusaha agar anjingnya tidak terus-menerus menyalak. Pemerintah perlu turun tangan dengan menerapkan larangan menganggu kenyamanan orang lain, sehingga pemilik anjing yang piarannya terus membuat ribut dapat diadukan ke polisi.

  • Riset dalam mencari teknologi-teknologi baru menciptakan eksternalitas positif, karena riset itu menciptakan pengetahuan baru yang dapat dimanfaatkan banyak orang. Namun, karena para penemu tidak dapat menikmati seluruh keuntungan dari penemuan mereka, mereka cenderung mengeluarkan sumber daya yang terlalu sedikit untuk penelitian. Pemerintah dapat mengatasi persoalan ini dengan memberlakukan undang-undang hak paten, yang memberi hak eksklusif bagi penemu untuk memanfaatkan sendiri penemuannya selama jangka waktu tertentu.   

Eksternalitas Negatif Dari Produksi

Anggaplah bahwa dalam kegiatan produksinya, pabrik-pabrik tekstil menimbulkan polusi: Untuk setiap meter kain yang mereka produksi, menimbulkan sejumlah cairan kimia yang mengotori sungai. Karena cairan tersebut membahayakan kesehatan siapa saja, maka limbah itu merupakan eksternalitas negatif dalam produksi kain. Bagaimana pengaruh eksternalitas negatif ini terhadap efisiensi hasil kerja pasar?

Akibat adanya eksternalitas tersebut, biaya yang harus dipukul masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan dalam memproduksi kain lebih tinggi daripada biaya yang dipikul oleh produsennya. Biaya sosial (sosial cost) untuk setiap meter kain yang diproduksi, mencakup biaya produksi yang dipikul produsen–biasa disebut biaya pribadi (private cost)–plus biaya yang harus ditanggung oleh pihak lain yang ikut mengalami kerugian akibat polusi.

Gambar 1. Polusi dan Optimum Sosial

 

Gambar 1 menunjukkan besarnya biaya sosial produksi kain. Kurva biaya sosial itu berada di atas kurva penawaran, karena di dalamnya tercakup pula biaya-biaya eksternal yang ditimpakan ke pundak masyarakat oleh para produsen kain. Nilai atas selisih atau jarak antara kedua kurva itulah yang mencerminkan biaya polusi dari proses produksi kain. Lalu berapa banyak kain yang harus diproduksi (agar mencukupi kebutuhan kain, sekaligus tidak terlalu banyak menimbulkan polusi)? 

Perhatikanlah bahwa kuantitas produksi kain pada kondisi ekuilibrium, yakni QPASAR, lebih besar daripada kuantitas produksi yang secara sosial optimum atau QOPTIMUM. Ini merupakan inefisiensi, dan penyebabnya adalah kuantitas produksi dalam kondisi ekuilibrium pasar itu hanya mencerminkan biaya produksi pribadi (yang hanya ditanggung produsen). Dalam ekuilibrium pasar tersebut, nilai kain bagi konsumen marjinal lebih rendah daripada biaya sosial produksinya. Artinya, pada QPASAR, kurva permintaan terletak di bawah kurva biaya sosial. Pada situasi ini, penurunan konsumsi dan produksi kain hingga di bawah tingkat ekuilibriumnya, justru akan menaikkan kesejahteraan ekonomi total (baik bagi konsumen maupun produsen).

Lalu bagaimana tingkat produksi optimum itu bisa dicapai perencana sosial? Salah satu caranya adalah dengan mengenakan pajak kepada para produsen, atas setiap meter kain yang mereka jual. Pajak ini akan menggeser kurva penawaran kain ke atas, sebanyak besaran pajaknya. Jika pajak itu sesuai dengan nilai kerugian akibat limbah produksi, maka posisi kurva penawaran itu akan bersesuaian dengan kurva biaya sosial. Maka akan tercipta ekuilibrium baru di pasar, di mana tingkat tingkat produksi yang dilakukan para produsen akan optimum secara sosial.

Pengenaan pajak yang tepat itu dikatakan mampu menciptakan internalisasi eksternalitas (internalizing the externality), karena pajak tersebut memberi pembeli dan penjual suatu insentif untuk memperhitungkan dampak-dampak eksternal dari tindakan-tindakan mereka. Produsen kain akan terdorong untuk menghitung biaya penanggulangan polusi sebagai bagian dari biaya produksi, sebelum mereka memutuskan kuantitas kain yang akan mereka produksikan (artinya, mereka juga berusaha membatasi polusi yang ditimbulkan oleh proses produksinya), karena mereka harus membayar pajak atas biaya-biaya eksternal ini.   

Eksternalitas Positif dari Produksi

Meskipun banyak pasar di mana biaya sosial produksinya melebihi biaya pribadi, ada pula pasar-pasar yang justru sebaliknya, yakni biaya pribadi para produsen malahan lebih besar daripada biaya sosialnya. Di pasar ini, eksternalitasnya bersifat positif, dalam arti menguntungkan pihak lain (selain produsen dan konsumen). Contoh yang dapat dikemukakan di sini adalah pasar robot industri (robot yang khusus dirancang untuk melakukan kegiatan atau fungsi tertentu di pabrik-pabrik).

Penggunaan robot oleh para produsen dapat meningkatkan jumlah produksi. Selain itu, sebuah perusahaan yang mampu membuat robot, akan berkesempatan besar menemukan rancangan-rancangan rekayasa baru yang serba lebih baik. Rancangan ini tidak hanya hanya akan menguntungkan perusahaan yang bersangkutan, namun juga masyarakat secara keseluruhan, karena pada akhirnya rancangan itu akan menjadi pengetahuan umum yang bermanfaat. Eksternalitas positif seperti ini biasa disebut imbasan teknologi (technology spillover).     

Analisis atas eksternalitas positif tidak banyak berbeda dari analisis tentang eksternalitas negatif. Gambar 2 memperlihatkan pasar robot. Berkat adanya imbasan teknologi, biaya sosial untuk memproduksi sebuah robot menjadi lebih kecil daripada biaya pribadinya. Biaya sosial tersebut diperoleh dari biaya pribadi dikurangi nilai imbasan teknologi. Oleh karena itu, pemerintah tentu saja ingin lebih banyak mempoduksi robot dibanding produsennya sendiri. 

Gambar 2. Imbasan Teknologi dan Optimum Sosial

 

Dalam kasus ini, pemerintah dapat membantu dengan melakukan internalisasi eksternalitas positif tersebut. Caranya, misalnya dengan memberikan subsidi untuk setiap unit robot yang dibuat. Melalui subsidi ini, kurva penawaran akan terdorong ke bawah sebesar subsidi, dan pergeseran ini akan menaikkan ekuilibrium kuantitas produksi robot. Agar ekuilibrium pasar yang baru itu sama dengan titik optimum sosial, maka subsidinya harus diusahakan sama dengan nilai imbasan teknologi.

Salah satu bentuk kebijakan teknologi yang paling banyak didukung oleh para ekonom adalah kebijakan perlindungan hak cipta (paten). Hukum paten melindungi hak eksklusif para pencipta atau penemu untuk memanfaatkan sendiri penemuannya, selama jangka waktu tertentu (setelah itu penemuannya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas).

Setiap kali sebuah perusahaan berhasil mencapai terobosan teknologi, perusahaan itu dapat langsung mandaftarkannya ke kantor paten, dan ia akan dapat memetik semua keuntungan ekonomis dari penemuannya itu. Di sini, hukum paten itu dapat dikatakan berfungsi melakukan internalisasi eksternalitas (positif) dengan memberikan hak cipta (property rights) kepada suatu perusahaan atas penemuan-penemuan barunya. Perusahaan lain atau siapa saja yang berminat untuk turut memanfaatkan penemuan baru itu harus meminta izin kepada penemunya, dan membayar sejumlah imbalan atau royalti. Dengan cara ini, hukum paten memberi insentif lebih besar kepada semua perusahaan untuk mencurahkan lebih banyak dana dan perhatian untuk menemukan teknologi-teknologi baru yang bermanfaat. 

Eksternalitas Dalam Konsumsi

Selain eksternalitas dalam produksi, ada juga eksternalitas yang terkandung dalam kegiatan konsumsi. Konsumsi minuman beralkohol misalnya, mengandung eksternalitas negatif jika si peminum lantas mengemudikan mobil dalam keadaan mabuk atau setengah mabuk, sehingga membahayakan pemakai jalan lainnya. 

Eksternalitas konsumsi ini juga ada yang bersifat positif. Contohnya adalah konsumsi pendidikan. Semakin banyak orang yang terdidikan, masyarakat atau pemerintahnya akan diuntungkan. Pemerintah akan lebih mudah merekrut tenaga-tenaga cakap, sehingga pemerintah lebih mampu menjalankan fungsinya dalam melayani masyarakat.

Analisis terhadap eksternalitas dalam konsumsi ini mirip dengan yang telah kita lakukan terhadap eksternalitas dalam produksi. Pada Gambar 3, kurva permintaannya tidak lagi melambangkan nilai sosial dari suatu barang. 

Gambar 3. Eksternalitas Konsumsi Negatif

 

Gambar di atas memperlihatkan kasus eksternalitas negatif dalam konsumsi, misalnya konsumsi minuman beralkohol. Dalam kasus ini, nilai sosialnya lebih kecil daripada nilai pribadinya (private value, atau nilai minuman beralkohol bagi para peminum minuman beralkohol itu sendiri), dan kuantitas minuman beralkohol yang optimum secara sosial lebih rendah daripada kuantitas yang ada di pasar.

Sementara itu Gambar 4 berikut ini menunjukkan kasus eksternalitas positif dalam konsumsi, misalnya konsumsi pendidikan. Dalam kasus ini, nilai sosial lebih besar daripada nilai pribadi, dan kuantitas yang optimal secara sosial juga lebih besar daripada kuantitas yang diinginkan pasar secara pribadi (yang diinginkan oleh produsennya saja).   

Gambar 4. Eksternalitas Konsumsi Positif

 

Dalam kasus tersebut, pemerintah juga dapat mengoreksi kegagalan pasar tersebut melalui internalisasi eksternalitas. Langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah pada kasus eksternalitas dalam konsumsi ini, mirip dengan yang dapat dikerjakannya pada kasus eksternalitas dalam produksi. 

Untuk menggerakkan ekuilibrium pasar mendekati titik optimum sosial, keberadaan eksternalitas negatif itu dapat ditekan melalui penerapan pajak, sedangkan untuk eksternalitas positif dapat diimbangi dengan pemberian subsidi. 

Di berbagai negara, pemerintah senantiasa mengenakan pajak terhadap berbagai jenis minuman beralkohol, dan pajaknya biasanya tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan pajak untuk barang-barang konsumsi lainnya. Demikian pula, pemerintah di semua negara selalu berusaha memberikan subsidi pendidikan melalui pengadaan sekolah negeri berbiaya murah (atau bahkan bebas biaya) dan pemberian beasiswa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *