Mengukur Ketimpangan Pendapatan: Kurva Lorenz & Gini Ratio

Setiap negara tentu menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan menunjukkan adanya perbaikan di berbagai bidang. Hal tersebut bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi tingkat pengangguran, serta menekan angka kemiskinan. 

Namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidaklah serta merta disertai pemerataan distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dengan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Hal inilah yang kemudian menjadi masalah, tidak hanya di negara berkembang tapi juga di negara maju.

Mengapa Terjadi Ketimpangan Pendapatan?

Ketimpangan pendapatan merupakan masalah perbedaan pendapatan, kemakmuran, serta standar hidup di antara golongan masyarakat, atau antara daerah yang maju dengan daerah yang tertinggal. Secara sederhana, ketimpangan pendapatan juga dapat diartikan sebagai kesenjangan antara yang kaya dengan yang tidak kaya. Semakin besar jurang perbedaannya, maka semakin besar pula variasi dalam distribusi pendapatan.

Tidak meratanya distribusi pendapatan antar golongan masyarakat maupun antar wilayah disebabkan oleh banyak faktor. Ketimpangan pendapatan bisa terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antar kelompok dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Masyarakat kota umumnya mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi karena disokong oleh kegiatan ekonomi yang umumnya banyak dilakukan di kota-kota besar.   

Bank Dunia, sebagaimana dikutip dari laman situs Kementrian Keuangan, bahkan menyatakan bahwa ada empat penyebab utama ketimpangan. 

Pertama, ketimpangan peluang, yang tercermin pada nasib anak-anak dari keluarga miskin, yang terpengaruh oleh tempat mereka dilahirkan atau pendidikan orangtua mereka. Menurut Bank Dunia, awal yang tidak adil dapat menentukan kurangnya peluang bagi mereka selanjutnya. 

Kedua, ketimpangan pasar tenaga kerja, di mana pekerja dengan keterampilan tinggi menerima gaji yang lebih besar, dan tenaga kerja lainnya hampir tidak memiliki peluang untuk mengembangkan keterampilan mereka. Hal ini mengakibatkan mereka terperangkap dalam pekerjaan informal dengan produktivitas rendah dan pemasukan yang kecil.

Ketiga, konsentrasi kekayaan, di mana kaum elit memiliki aset keuangan seperti properti atau saham, yang ikut mendorong ketimpangan saat ini dan masa depan.

Keempat, ketimpangan dalam menghadapi goncangan. Hal ini terlihat saat terjadi goncangan, di mana masyarakat miskin dan rentan akan lebih terkena dampak. Goncangan akan menurunkan kemampuan mereka untuk memperoleh pemasukan dan melakukan investasi kesehatan dan pendidikan.

Mengukur Ketimpangan Pendapatan

Untuk mengukur ketimpangan pendapatan, ada beberapa metode yang bisa digunakan, antara lain sebagai berikut.

Ukuran Bank Dunia 

Dikutip dari laman situs Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: (a) 40% penduduk dengan pendapatan rendah, (b) 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan (c) 20% penduduk dengan pendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan persentase jumlah pendapatan dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk.

Kategori ketimpangan ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut:

Ketimpangan Tinggi: jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen.

Ketimpangan pendapatan sedang/menengah: jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12–17 persen.

Ketimpangan pendapatan rendah: jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 17 persen.

Kurva Lorenz (Lorenz Curve)

Kurva Lorenz secara umum sering digunakan untuk menggambarkan bentuk ketimpangan yang terjadi terhadap distribusi pendapatan masyarakat. Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima selama periode tertentu, misalnya satu tahun.

Kurva Lorenz pertama kali dikembangkan oleh seorang ekonom Amerika Serikat bernama Max Otto Lorenz pada 1905. Kurva ini menggambarkan hubungan antara persentase jumlah penduduk dengan persentase pendapatan yang diterima. 

Kurva Lorenz digambarkan pada sebuah bidang persegi/bujur sangkar dengan bantuan garis diagonalnya. Sumbu horizontal menunjukkan persentase penduduk penerima pendapatan, sedangkan sumbu vertikal menggambarkan persentase pendapatan. Kurva Lorenz sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut.

Gambar 1. Kurva Lorenz

 

Kurva Lorenz kerap disertai dengan garis diagonal lurus dengan kemiringan (slope) 1. Kemiringan ini mewakili distribusi pendapatan yang merata sempurna. Di bawah garis diagonal tersebut, ada Kurva Lorenz yang menunjukkan distribusi yang diamati. Semakin dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti ketimpangan semakin rendah. Sebaliknya, semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal, berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi.

Untuk menggambarkan Kurva Lorenz, coba perhatikan data mengenai pendapatan dan populasi di suatu perekonomian sebagaimana disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1

Individual Pendapatan ($) % Populasi % Pendapatan % Pendapatan Kumulatif
0 0 0 0 0
1 5.000 12,5 1,204819 1,204819
2 12.000 25,0 2,891566 4,096386
3 18.000 37,5 4,337349 8,433735
4 30.000 50,0 7,228916 15,66265
5 40.000 62,5 9,638554 25,30120
6 60.000 75 14,45783 39,75904
7 100.000 87,5 24,09639 63,85542
8 150.000 100 36,14458 100
Total 415.000      

Dari data tersebut, dapat digambarkan Kurva Lorenz seperti berikut ini.

Gambar 2. Penggambaran Kurva Lorenz

 

Seperti terlihat pada Gambar 2, dalam menggambar Kurva Lorenz terdapat dua sumbu, yaitu sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Sumbu horizontal menunjukkan bagian kumulatif penduduk dari 0 sampai 100%. Sementara sumbu vertikal menunjukkan bagian kumulatif pendapatan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Kurva Lorenz pada Gambar 2 (yang berwarna biru) datanya diambil dari Tabel 1 kolom “% Pendapatan Kumulatif”. 

Jika kita lihat secara sekilas, Kurva Lorenz pada Gambar 2 terlihat menjauhi garis diagonal. Keduanya memiliki jarak yang cukup jauh, sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan di perekonomian tersebut cukup timpang.

Gini Ratio

Selain Kurva Lorenz, para analis dan ekonom juga menggunakan Gini Ratio untuk mengukur ketimpangan pendapatan. Keduanya berhubungan erat, karena penghitungan Gini Ratio sendiri sebenarnya didasarkan pada Kurva Lorenz.

Gini ratio (atau dikenal juga dengan Gini Coefficient) pertama kali dikembangkan oleh ahli statistik berkebangsaan Italia bernama Corrado Gini pada 1912. Gini mengembangkan koefisiennya berdasarkan Kurva Lorenz yang dikembangkan Max Otto Lorenz pada 1905.

Ukuran ketidakmerataan yang direpresentasikan oleh Gini Ratio berada dalam kisaran antara 0 (pemerataan sempurna) hingga 1 (ketimpangan yang sempurna). Koefisien Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan Kurva Lorenz, dibagi dengan luas bidang di atas dan di bawah Kurva Lorenz itu berada.

Gambar 3. Kurva Lorenz Digunakan Untuk Menghitung Gini Ratio

 

Secara matematis, Gini Ratio dapat dihitung dengan membandingkan antara luas daerah A dengan luas daerah (A + B). Dan untuk membahas lebih jauh mengetahui penghitungan Gini Ratio, berikut disajikan data terkait dengan Kurva Lorenz di atas.

Tabel 2

Individual Pendapatan ($) % Populasi % Pendapatan % Pendapatan Kumulatif Area di Bawah Kurva Lorenz
0 0 0 0 0 0
1 5.000 12,5 1,204819 1,204819 0,007258
2 12.000 25,0 2,891566 4,096386 0,044709
3 18.000 37,5 4,337349 8,433735 0,090579
4 30.000 50,0 7,228916 15,66265 0,348381
5 40.000 62,5 9,638554 25,30120 0,493540
6 60.000 75 14,45783 39,75904 1,567717
7 100.000 87,5 24,09639 63,85542 4,993468
8 150.000 100 36,14458 100 9,870809
Total 415.000       17,41646

Dari Tabel 2 di atas, diketahui bahwa luas area di bawah Kurva Lorenz (area B) memiliki luas 17,41646 satuan. Dengan demikian, luas area A = 50 – 17,41646 = 32,58354 satuan. Sementara itu Gini Ratio dapat dihitung dengan cara:

Seperti kita ketahui, suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai Gini Ratio mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan semakin tidak merata jika nilai Gini Ratio-nya mendekati satu (1). Sebagai patokan:

  • Gini Ratio <0,4 : ketimpangan pendapatan rendah,

  • Gini Ratio 0,4 – 0,5 : ketimpangan pendapatan sedang,

  • Gini Ratio >0,5 : ketimpangan pendapatan tinggi.

Dari hasil perhitungan, dapat disimpulkan bahwa Gini Ratio sebesar 0,65 termasuk dalam kategori ketimpangan pendapatan tinggi.

Ketimpangan pendapatan yang terlalu tinggi tentunya bukanlah hal yang bagus dalam suatu perekonomian. Dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil. Untuk itu diperlukan upaya bersama, terutama oleh Pemerintah, untuk mendorong pembangunan yang lebih merata sehingga hasilnya dapat dinikmati secara adil oleh seluruh masyarakat. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *