Nilai Tukar dan Teori Paritas Daya Beli

Dalam sistem nilai tukar bebas, nilai tukar senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Lalu apa sesungguhnya yang dapat menjelaskan terjadinya perubahan-perubahan tersebut? Para ekonom telah mengembangkan banyak model untuk menjelaskan penentuan nilai tukar, yang masing-masing menekankan beberapa dari banyak faktor yang berpengaruh secara berlainan.

Pada pembahasan kali ini kita akan mengembangkan teori paling sederhana mengenai nilai tukar, yaitu teori paritas daya beli (purchasing power parity). Banyak ekonom mempercayai bahwa paritas daya beli ini menggambarkan kekuatan-kekuatan yang menentukan nilai tukar dalam jangka panjang.

Sekarang mari kita kaji logika yang mendasari bagaimana teori paritas daya beli dapat menjelaskan mengenai nilai tukar. Namun sebelum itu, untuk lebih memahami teori paritas daya beli, akan dibahas terlebih dahulu mengenai apa itu nilai tukar.

Pengertian Nilai Tukar (Kurs)

Nilai tukar (exchange rate) atau sering dikenal dengan “kurs” adalah nilai mata uang suatu negara yang dapat dinyatakan dengan nilai mata uang negara lain. Nilai tukar di antara dua negara merupakan harga di mana penduduk kedua negara saling melakukan pertukaran dan perdagangan. Dengan kata lain, nilai tukar merupakan perbandingan nilai antara harga dua mata uang.

Nilai tukar berperan penting dalam mengkoordinir keputusan konsumen dan produsen pada saat mereka berinteraksi di pasar-pasar internasional. Para ekonom membedakan dua harga internasional (kurs) yang terpenting, yakni nilai tukar nominal dan nilai tukar riil.

Nilai Tukar Nominal

Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah suatu nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Sebagai contoh, jika kamu pergi ke salah satu kantor bank umum atau money changer, kamu akan melihat sebuah papan pengumuman yang memperlihatkan kurs atau nilai tukar beberapa mata uang asing terhadap rupiah.

Jika tertulis nilai tukar Rp14.000 untuk setiap dolar Amerika Serikat, maka ketika kamu memberikan $1 kepada petugas bank, kamu akan menerima Rp14.000. Demikian juga jika kamu memberikan Rp14.000, maka kamu akan menerima $1, meskipun dalam kenyataannya bank-bank biasanya membedakan harga beli dan harga jual valuta asing. Perbedaan tersebut sekadar untuk memberikan sedikit keuntungan bagi bank sebagai imbalan atas pelayanan jasa tersebut. Dan untuk memudahkan pembahasan, kita abaikan saja selisih tersebut.

Penyajian nilai tukar dapat dinyatakan dengan dua cara. Jika nilai tukar dolar terhadap rupiah adalah $1 = Rp14.000, itu berarti kurs rupiah terhadap dolar adalah Rp1 = $1/14.000. Di artikel ini kita akan mendefinisikan nilai tukar sebagai nilai mata uang rupiah per unit mata uang asing (dolar), seperti misalnya Rp14.000/$, bukan sebaliknya.

Jika nilai tukar berubah, sehingga $1 dapat membeli lebih banyak rupiah, perubahan itu disebut apresiasi (appreciation) dolar. Dengan kata lain dolar mengalami penguatan, dan rupiah mengalami pelemahan. Sebaliknya, jika nilai tukar berubah sedemikian rupa sehingga $1 hanya bisa membeli lebih sedikit rupiah, perubahan itu disebut depresiasi (depreciation) dolar. Dengan kata lain, dolar mengalami pelemahan, dan rupiah mengalami penguatan.

Nilai Tukar Riil

Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain. Dengan kata lain, nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang kedua negara. Nilai rukar riil kadang-kadang disebut terms of trade (dasar tukar ekspor-impor) atau competitiveness (daya saing). 

Sebagai contoh, kamu pergi berbelanja dan mendapati bahwa harga satu kaleng minuman ringan yang dibuat di negara tetangga adalah dua kali harga minuman sejenis buatan lokal. Berdasarkan perbandingan harga tersebut, kita kemudian dapat mengatakan bahwa nilai tukar riil adalah setengah kaleng minuman ringan impor tersebut per satu kaleng minuman ringan lokal. 

Seperti halnya nilai tukar nominal, nilai tukar riil juga dinyatakan sebagai unit barang-barang asing per unit barang domestik. Namun perbedaannya, bahwa nilai tukar riil membandingkan unit-unit barang, bukan mata uang.

Nilai tukar riil dan nominal terkait sangat erat. Untuk mengetahui keterkaitannya, perhatikan contoh berikut ini. Andaikan sekarung beras produk Indonesia dijual seharga Rp500.000, dan sekarung beras produk Jepang dijual seharga 8.000 yen. Berapa nilai tukar riil antara beras Indonesia dan Jepang?

Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita harus menggunakan nilai tukar nominal untuk mengkonversi harga-harga menjadi suatu mata uang yang sama. Jika nilai tukar nominal adalah Rp125 per yen Jepang, maka harga sekarung beras Indonesia sebesar Rp500.000 sama dengan 4.000 yen per karung. Harga beras Indonesia adalah setengah dari harga beras Jepang. Jadi nilai tukar riilnya adalah setengah karung beras Jepang per satu karung beras Indonesia.

Kita dapat menghitung nilai tukar riil dengan rumus berikut ini:Dengan menggunakan angka-angka dari contoh kita, maka rumus itu akan menjadi:

Dengan demikian, nilai tukar riil tergantung pada nilai tukar nominal dan harga-harga barang di kedua negara yang diukur dalam mata uang lokal.

Mengapa nilai tukar riil ini penting? Tentu saja, nilai tukar riil adalah penentu utama dari berapa banyak suatu negara mengekspor dan mengimpor. Sebagai contoh, ketika perusahaan penjual beras sedang mempertimbangkan apakah akan membeli beras Indonesia atau beras Jepang yang lebih murah. Nilai tukar riil akan menjawab pertanyaan tersebut.

Ketika kita mempelajari perekonomian secara keseluruhan, maka kita akan memusatkan perhatian pada harga-harga secara keseluruhan, tidak pada masing-masing barang itu. Untuk itu kita perlu mengukur nilai tukar riil dengan menggunakan indeks harga, seperti halnya indeks harga konsumen, yang mengukur sekeranjang belanjaan barang dan jasa.

Dengan menggunakan indeks harga untuk harga-harga di Indonesia (P), sebuah indeks harga untuk harga-harga di luar negeri (P*), dan nilai tukar nominal antara rupiah dengan mata uang asing (e), kita dapat menghitung nilai tukar riil keseluruhan Indonesia dengan negara-negara lain sebagai berikut:

Nilai tukar riil = (e × P)/P*

Nilai tukar riil ini mengukur harga relatif sekeranjang barang dan jasa yang tersedia di dalam negeri terhadap sekeranjang barang dan jasa di luar negeri.

Nilai tukar riil mata uang suatu negara juga dapat menjadi faktor penentu utama ekspor neto barang dan jasa. Depresiasi (penurunan) pada nilai tukar riil Indonesia menyebabkan harga barang-barang Indonesia menjadi relatif lebih murah dibandingkan barang-barang dari luar negeri. Perubahan tersebut akan menyebabkan konsumen di dalam maupun di luar negeri akan membeli lebih banyak barang Indonesia dan membeli lebih sedikit barang dari negara lain. Sebagai konsekuensinya, ekspor Indonesia akan meningkat dan impornya menurun, dan kedua hal tersebut akan meningkatkan ekspor neto Indonesia.

Sebaliknya, apresiasi (kenaikan) nilai tukar rupiah akan menyebabkan harga barang-barang Indonesia secara relatif menjadi lebih mahal, sehingga menurunkan ekspor dan meningkatkan impor, yang pada gilirannya akan menurunkan ekspor neto Indonesia. 

Teori Paritas Daya Beli 

Untuk menentukan perbedaan nilai tukar mata uang antar negara, teori paritas daya beli (purchasing power parity) merupakan salah satu teori yang paling sering digunakan karena penjelasannya paling sederhana. Teori ini awalnya diperkenalkan oleh ekonom Klasik bernama David Ricardo, yang kemudian dipopulerkan oleh seorang ekonom Swedia, Gustav Cassel.  

Teori paritas daya beli didasarkan pada prinsip yang disebut hukum satu harga (the law of one price). Teori ini menyatakan bahwa satu unit dari setiap mata uang seharusnya mampu membeli barang-barang di semua negara dalam jumlah yang sama. Dengan kata lain, bahwa suatu barang harus dijual dengan harga yang sama di semua tempat. Jika tidak, maka akan terdapat kesempatan untuk mencari keuntungan dari perbedaan harga yang ada. 

Sebagai contoh, andaikan minyak goreng dijual lebih mahal di Jakarta (Rp20.000 per liter) daripada di Bandung (Rp16.000). Seseorang dapat membeli minyak goreng di Jakarta dan kemudian menjualnya kembali di Bandung, sehingga ia memperoleh keuntungan sebesar Rp4.000 per liter dari perbedaan harga. Proses memperoleh keuntungan dari perbedaan harga ini disebut arbitrase (arbitrage).

Ketika orang mengambil keuntungan dari perbedaan harga tersebut, mereka akan meningkatkan permintaan minyak goreng di Jakarta dan meningkatkan penawaran di Bandung. Harga minyak goreng akan meningkat di Jakarta (sebagai tanggapan terhadap permintaan yang lebih tinggi) dan akan turun di Bandung (sebagai tanggapan terhadap penawaran yang lebih besar). Proses ini akan terus berlanjut sampai akhirnya tercapai harga yang sama di kedua pasar. Namun demikian ada asumsi yang harus dipenuhi, yaitu tidak ada biaya transaksi dan biaya pengiriman barang.

Sekarang bagaimana jadinya jika hukum satu harga diterapkan pada pasar internasional. Jika setiap rupiah (atau mata uang apa pun) dapat membeli lebih banyak beras di Indonesia daripada di Jepang, maka para pedagang internasional akan berbondong-bondong membeli beras di Indonesia untuk kemudian dijual lagi di Jepang. Adanya ekspor beras secara kesinambungan dari Indonesia tersebut pada akhirnya akan menaikkan harga beras di Indonesia dan menurunkan harga beras di Jepang. 

Sebaliknya, jika setiap rupiah dapat membeli lebih banyak beras di Jepang dibandingkan di Indonesia, maka para pedagang dapat membeli beras di Jepang dan menjualnya di Indonesia. Impor beras dari Jepang oleh Indonesia ini akan menurunkan harga beras Indonesia dan meningkatkan harga beras Jepang. Akhirnya, hukum satu harga itu memberi tahu kita bahwa setiap rupiah harus dapat membeli beras dalam jumlah yang sama di semua tempat atau negara.

Logika tersebut membawa kita pada teori paritas daya beli. Menurut teori ini, suatu mata uang harus mempunyai nilai tukar yang sama di semua negara. Yaitu, 1 rupiah harus bisa membeli barang dalam kuantitas yang sama di Indonesia dan di Jepang, dan 1 yen juga harus dapat membeli kuantitas barang yang sama di Jepang dan di Indonesia.

Dengan demikian, nama teori itu sendiri sudah menggambarkan esensinya secara tepat. Paritas berarti kesamaan, dan daya beli ditujukan pada nilai uang. Jadi, paritas daya beli menyatakan bahwa satu unit dari setiap mata uang harus mempunyai nilai riil yang sama di setiap negara. 

Bentuk Teori Paritas Daya Beli

Teori paritas daya beli memiliki dua bentuk, yaitu paritas daya beli absolut dan paritas daya beli relatif.

Paritas Daya Beli Absolut

Paritas daya beli absolut menyatakan bahwa nilai tukar mata uang ekuilibrium antara dua mata uang adalah sama dengan rasio tingkat harga di kedua negara. Teori paritas daya beli ini dapat dinyatakan sebagai:

S = P/P*

di mana S adalah nilai kurs valas, P tingkat harga, dan tanda (*) menunjukkan variabel luar negeri. Paritas daya beli absolut ini selanjutnya menghasilkan hukum satu harga (law of one price) yang menyatakan bahwa untuk satu jenis barang yang sama, maka harga di tempat lain juga sama. 

Konsep paritas daya beli dalam bentuk absolut mampu menyederhanakan mekanisme terbentuknya nilai tukar mata uang. Tetapi dalam praktik sering ditemukan kesulitan untuk memperoleh sekumpulan komoditas dan jasa yang sama (secara kualitas dan kuantitas) di negara yang berbeda. Hal ini karena terdapat perbedaan selera dan corak kebutuhan. Akibatnya, setiap komoditas dan jasa akan memperoleh bobot yang sama.

Untuk mengatasi kesulitan dalam menerapkan bentuk absolut paritas daya beli, maka ditempuh cara lain, yaitu membandingkan laju inflasi antar negara. Ini merupakan bentuk relatif dari paritas daya beli.

Paritas Daya Beli Relatif

Bentuk relatif paritas daya beli menjelaskan terbentuknya nilai tukar antara mata uang dengan melihat laju inflasi di berbagai negara. Paritas daya beli relatif ini menyatakan bahwa kurs valuta asing merupakan suatu persentase perbandingan perubahan harga absolut dalam negeri terhadap luar negeri.

Salvatore (2011 : 507) mengungkapkan bahwa “Relative purchasing power parity postulates that the change in the exchange rate over a period time should be proportional to the relative change in the price levels in the two nations over the same period”. Paritas daya beli relatif tidak secara khusus membantu menentukan kurs saat ini, tetapi perubahan relatif harga-harga di antara kedua negara selama suatu periode menentukan perubahan nilai tukar selama periode itu.

Paritas daya beli relatif dapat dinyatakan sebagai berikut:

Asumsi utama yang mendasari teori paritas daya beli adalah bahwa pasar komoditi merupakan pasar yang efisien baik dari segi alokasi, operasional, penentuan harga, dan informasi. Asumsi ini menyatakan bahwa:

  • Semua barang merupakan barang yang diperdagangkan di pasar internasional (tradable goods) dan tidak ada biaya transportasi.

  • Tidak ada restriksi-restriksi dalam perdagangan internasional.

  • Barang dalam negeri dan luar negeri bersifat homogen sempurna untuk masing-masing barang.

  • Terdapat kesamaan indeks harga yang digunakan untuk memperhitungkan daya beli mata uang asing dan domestik, terutama untuk indeks harga dan elemen indeks harga.

Implikasi Paritas Daya Beli

Apa yang dikatakan oleh teori paritas daya beli mengenai nilai tukar? Teori itu memberi tahu kita bahwa nilai tukar nominal antara mata uang dua negara tergantung pada tingkat harga di kedua negara tersebut. Dengan kata lain, nilai tukar nominal antara mata uang dari dua negara harus merefleksikan perbedaan tingkat harga di negara-negara yang bersangkutan.

Implikasi penting dari teori ini adalah bahwa nilai tukar nominal berubah ketika tingkat harga berubah. Karena nilai tukar nominal tergantung pada tingkat harga, maka hal itu juga tergantung pada jumlah uang beredar dan permintaan uang di masing-masing negara. Pada saat bank sentral di suatu negara meningkatkan jumlah uang beredar dan menyebabkan kenaikan tingkat harga, hal itu juga menyebabkan mata uang negara itu terdepresiasi secara relatif terhadap mata uang lainnya di dunia.

Kini kita dapat menjawab pertanyaan mengapa rupiah kehilangan nilainya dibandingkan dolar Amerika? Jawabannya adalah bahwa Amerika Serikat mampu menekan inflasi dibandingkan dengan yang dilakukan di Indonesia. Ketika harga-harga di Indonesia mengalami kenaikan dibandingkan harga-harga di Amerika Serikat, nilai rupiah pun akan mengalami penurunan terhadap dolar.

Kelemahan Teori Paritas Daya Beli

Paritas daya beli memberikan suatu model sederhana mengenai bagaimana nilai tukar ditentukan. Teori ini dapat menjelaskan kecenderungan-kecenderungan jangka panjang, misalnya depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika. Namun, teori ini tidak sepenuhnya akurat. Ada beberapa alasan mengapa teori paritas daya beli tidak selalu berlaku dalam praktiknya.

Pertama, asumsi hukum satu harga yang tidak memperhitungkan adanya biaya-biaya transportasi dan hambatan perdagangan seperti tarif dan sebagainya. Kedua, adanya pasar monopolistik dan oligopolistik akan semakin melemahkan hukum satu harga ini. Apalagi bila hal tersebut diikuti besarnya biaya transportasi dan hambatan perdagangan.

Ketiga, adanya barang dan jasa yang tidak dapat diperdagangkan secara internasional. Bahkan barang-barang yang mudah diperdagangkan pun tidak selalu merupakan barang pengganti yang sempurna jika dibuat di negara yang berbeda. Misalnya, banyak konsumen lebih menggemari kopi buatan Indonesia, sementara lainnya memilih buatan Malaysia. Jika tiba-tiba kopi buatan Indonesia menjadi lebih populer, meningkatnya permintaan akan menaikkan harga kopi itu. Akibatnya, 1 rupiah (atau 1 ringgit) akan membeli lebih banyak kopi di Malaysia daripada di Indonesia. Namun perbedaan harga di kedua pasar itu tidak akan menimbulkan arbitrase yang menguntungkan karena para konsumen tidak menilai kedua kopi itu benar-benar sama.

Karena alasan-alasan inilah teori paritas daya beli bukanlah teori yang sempurna untuk menjelaskan perubahan nilai tukar. Namun meskipun demikian, teori paritas daya beli menyediakan langkah pertama yang penting untuk memahami nilai tukar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *