Bank Perkreditan Rakyat

Kita semua pasti mengenal bank. Bank yang dimaksud di sini adalah bank umum atau bank komersial. Namun sebagian dari kita mungkin ada yang masih kurang familiar dengan jenis bank lainnya, yaitu Bank Perkreditan Rakyat. Meski jumlahnya banyak dan kerap ditemui di kota-kota besar hingga kota-kota kecil, nyatanya popularitas BPR masih kalah dengan bank umum.

Nah, bagi kamu yang ingin mengetahui lebih dalam seperti apa Bank Perkreditan Rakyat, berikut penjelasannya.

Mengenal Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat atau disingkat BPR merupakan bank yang secara umum memiliki kegiatan yang mirip dengan bank umum, hanya saja kegiatannya dibatasi. Dikutip dari Otoritas Jasa Keuangan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Di Indonesia sendiri, terdapat dua jenis bank sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992, yaitu:

  1. Bank Umum, yaitu  bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

  2. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip ayariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sebenarnya pembagian jenis bank tersebut hanya mendasarkan pada segi fungsi bank, yang dimaksudkan untuk memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakannya.

Dibanding BPR, bank umum memiliki kegiatan perbankan yang lebih banyak, seperti menghimpun dana dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito; menyalurkan dana dalam bentuk kredit; serta memberikan jasa-jasa bank lainnya (transfer, kliring, safe deposit box, kartu kredit, letter of credit, bertransaksi valas, dan lain-lain).

Sementara itu hanya ada beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh BPR, antara lain:

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

  • Memberikan kredit.

  • Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

Adapun hal-hal yang dilarang dilakukan oleh BPR, antara lain:

  • Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.

  • Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

  • Melakukan penyertaan modal.

  • Melakukan kegiatan perasuransian.

  • Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 UU 10/1998.

Sekilas Sejarah Bank Perkreditan Rakyat

Sejarah lahirnya BPR di Indonesia sebenarnya cukup panjang. BPR bahkan telah ada di bumi pertiwi jauh sebelum Indonesia merdeka. Berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat lintah darat yang memberikan kredit dengan bunga tinggi, kemudian Lembaga Perkreditan Rakyat (LPR) pun mulai didirikan. 

Sejarah LPR dimulai pada masa kolonial Belanda di abad ke-19 dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa. Kemudian pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di perdesaan seperti Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan pada awal tahun 1970an didirikan Lembaga Dana Kredit Perdesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.

Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) menjadi momentum berdirinya BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha BPR, dan menjadikannya sebagai salah satu jenis bank selain bank umum.

Dengan dikeluarkannya UU No 7 tentang Perbankan Tahun 1992, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, BKPD, LPK, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dasar pertimbangan pengubahan lembaga-lembaga tersebut menjadi BPR adalah bahwa lembaga-lembaga tersebut telah tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat Indonesia, dan masih diperlukan oleh masyarakat, sehingga keberadaannya perlu diakui. Dengan pengaturan tersebut, jumlah BPR kini semakin berkembang, dan bahkan jumlahnya lebih banyak dibanding bank umum. Hanya saja pangsa pasar penyaluran kredit melalui BPR masih sangat kecil, yaitu sekitar 2% dari total kredit yang disalurkan perbankan secara keseluruhan.

Fungsi Bank Perkreditan Rakyat

Meski memiliki kegiatan usaha yang terbatas, BPR tetap menjadi pilihan utama bagi sebagian orang untuk melakukan transaksi keuangan, terutama meminjam dan menyimpan uang. BPR kini bahkan menjadi salah satu tempat yang paling dicari (selain bank umum) dan jasanya paling banyak digunakan.

Dibentuknya BPR sendiri sebenarnya bukan tanpa alasan. Sebagai bank yang banyak tersebar di kota-kota kecil hingga perdesaan, BPR sangat berperan penting dalam penyediaan fasilitas layanan perbankan bagi masyarakat. 

Dalam menjalankan kegiatannya, BPR memiliki beberapa fungsi, yaitu:

  • Menyediakan layanan perbankan kepada masyarakat di daerah atau pinggiran yang tidak memiliki akses ke bank umum.

  • Membantu usaha mikro, kecil, dan menengah, terutama melalui penyaluran kredit.

  • Mempercepat pembangunan di desa.  

  • Membantu pemerintah memberikan pendidikan kepada masyarakat terkait sektor keuangan demi pembangunan desa.

  • Membantu pemerintah dalam mendidik pemahaman masyarakat terhadap lembaga keuangan formal agar terhindar dari praktik rentenir.

  • Membantu menciptakan pengusaha-pengusaha di perdesaan demi mengembangkan perekonomian desa dan terbukanya lapangan kerja.

Jenis-Jenis Bank Perkreditan Rakyat 

Dihimpun dari Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), tercatat bahwa saat ini terdapat sekitar 1.558 BPR–BPRS di seluruh Indonesia yang kepemilikannya 100% Indonesia. BPR dan BPRS tersebut tersebar di seluruh Indonesia dengan dukungan kantor lebih dari 6.000 unit.

Nah, dari jumlah tersebut, BPR kemudian dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu sebagai berikut.

Berdasarkan Kepemilikannya

Berdasarkan kepemilikannya, jenis Bank Perkreditan Rakyat terbagi menjadi dua, yaitu:

  1. Bank Perkreditan Rakyat yang dimiliki oleh Pemerintah (umumnya Pemerintah Daerah Tingkat II).

  2. Bank Perkreditan Rakyat swasta.

Berdasarkan Pengelolaannya

Berdasarkan pengelolaannya, jenis Bank Perkreditan Rakyat terbagi menjadi dua, yaitu:

  1. Bank Perkreditan Rakyat Konvensional.

  2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). 

Berdasarkan Jenisnya

Berdsarkan jenisnya, Bank Perkreditan Rakyat dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

  1. Badan Kredit Desa (BKD), yaitu lembaga keuangan yang beroperasi di wilayah perdesaan. Namun pada tahun 1992, melalui Undang-Undang Perbankan, BKD ini diberikan status sebagai BPR namun dengan karakteristik yang unik. Contoh BPR ini adalah Bank Desa dan Lumbung Desa.

  2. Bukan Badan Kredit Desa. Contohnya yaitu LDKP (Lembaga Dana Kredit Perdesaan), bank pasar, BKPD (Bank Karya Produksi Desa), dan bank pegawai.

  3. LDKP (Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan). Jenis LDKP ini dapat berwujud perusahaan daerah (PD), koperasi, perseroan terbatas (PT), dan bentuk lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 

Produk Bank Perkreditan Rakyat

Fokus utama dari kehadiran BPR adalah menyediakan layanan perbankan dengan prosedur yang sederhana. Ia tidak hanya menyediakan kebutuhan modal, melainkan juga menyediakan fasilitas menabung yang dekat, aman, dan mudah untuk masyarakat. 

Berbeda dengan bank umum yang memiliki produk perbankan yang lengkap, produk yang ditawarkan BPR memang lebih terbatas. Hal ini tentu saja sejalan dengan amanat undang-undang perbankan, di mana BPR hanya menyediakan produk berupa tabungan, deposito, dan pinjaman (kredit). 

Tabungan

Salah satu kelebihan menabung di BPR yaitu nasabah tidak dikenai biaya administrasi saat pendaftaran maupun saat penutupan rekening. Biaya setoran awal pun tergolong ringan, yaitu kisaran Rp10.000,00 – Rp100.000,00. Selain itu, nasabah pun dapat mengambil dananya kapan saja, kecuali untuk jenis tabungan berjangka.

Syarat untuk membuka rekening tabungan BPR umumnya sangat sederhana, hanya cukup membawa kartu identitas dan menyetorkan setoran awal. Bunga yang ditawarkan BPR pun sangat kompetitif, bahkan bisa lebih tinggi dibanding bunga tabungan di bank umum. 

Tingginya suku bunga tabungan BPR dikarenakan ia hanya memiliki skala pasar yang sempit dan pasar tersendiri, sehingga berani membayar mahal. Namun demikian, karena BPR menghimpun dana dengan bunga yang lebih tinggi, maka bunga kredit yang dibebankan BPR kepada debitur juga lebih tinggi. 

Deposito 

Skema deposito BPR tidak jauh berbeda dengan deposito di bank umum. Skema yang ditawarkan mulai dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, hingga 12 bulan. Seperti halnya bunga tabungan, bunga deposito di BPR umumnya lebih tinggi dibanding bunga deposito di bank umum, yaitu sekitar 6 – 8% per tahun. Selain itu, kelebihan menyimpan uang pada deposito BPR yakni adanya ketentuan di beberapa BPR bahwa nasabah dapat menarik dananya kapan saja tanpa penalti.

Kredit

Produk pinjaman BPR memiliki jenis yang beragam, mulai dari kredit modal kerja, kredit pemilikan rumah, kredit usaha kecil, kredit pemilikan tanah, hingga kredit multiguna. Syarat pengajuan pinjaman juga tidak jauh berbeda dengan persyaratan yang diberlakukan oleh bank umum.

Bunga pinjaman di BPR relatif tidak jauh berbeda dengan bunga pinjaman di bank umum. Pergerakan tingkat bunga BPR selalu mengikuti tren perubahan suku bunga perbankan konvensional. Hal ini dilakukan BPR untuk bisa bersaing dengan bank umum untuk mempertahankan debitur. Meski demikian, tidak sedikit BPR yang membebankan bunga tinggi atas produk pinjamannya, dikarenakan BPR harus menghimpun dana dengan bunga yang lebih tinggi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *