Lembaga Penjamin Simpanan

Banyak dari kita memanfaatkan bank untuk menyimpan uang ataupun menggunakan jasa-jasa perbankan lainnya. Selain memperoleh bunga, alasan seseorang menyimpan uang di bank adalah karena adanya jaminan keamanan. Tentunya setiap nasabah tidak ingin dana simpanannya hilang, dan sebaliknya berharap bisa terus berkembang.

Kepercayaan nasabah adalah hal yang paling utama dalam bisnis perbankan, yang dapat memacu mereka untuk tetap menyimpan uangnya di industri keuangan, khususnya bank. Untuk itu diperlukan lembaga yang bisa menjamin simpanan para nasabah perbankan, dalam hal ini adalah Lembaga Penjamin Simpanan.

Mengenal Lembaga Penjamin Simpanan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan, sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005. 

LPS berstatus badan hukum dan bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. Sesuai namanya, LPS merupakan lembaga yang memiliki wewenang untuk menjamin semua produk simpanan bank serta lembaga keuangan non bank. Di samping itu, ia juga turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.  

Mengutip dari situs resmi LPS, pembentukan LPS tidak terlepas dari krisis ekonomi tahun 1998 di kawasan Asia. Saat itu terjadi krisis perbankan yang berimbas pada dilikuidasinya 16 bank dan mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan Indonesia. Dalam rangka mengatasi krisis tersebut, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan di antaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee).

Kebijakan blanket guarantee tersebut dalam pelaksanaannya mampu menumbuhkan kembali tingkat kepercayaan masyarakat pada industri perbankan di dalam negeri. Namun sayangnya, ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Dan untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah kemudian mengubah program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut dengan sistem penjaminan yang terbatas. Pemerintah Indonesia lantas memandang perlunya kehadiran sebuah lembaga penjamin simpanan di Indonesia.

Hingga saat ini, terdapat lebih dari 72 negara telah mendirikan lembaga penjamin simpanan. Beberapa negara maju seperti Swedia, Kanada, dan Amerika Serikat bahkan telah mendirikan lembaga penjamin simpanan jauh sebelum krisis ekonomi Asia-Pasifik terjadi. Negara-negara Asia yang terlebih dahulu mendirikan LPS di antaranya Filipina pada tahun 1963, dan Korea Selatan pada 1996. Setelah Indonesia, Malaysia dan Singapura juga telah membentuk lembaga yang sama.   

Fungsi, Tugas, dan Wewenang LPS
Fungsi LPS

Seperti telah dibahas sebelumnya, fungsi LPS yaitu menjamin simpanan nasabah penyimpan. Selain itu, LPS juga turut aktif menjaga stabilitas dari sistem bank sesuai dengan kewenangannya. 

Sejak 22 Maret 2007, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar Rp100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih dari Rp100 juta, maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut.

Setelah terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi paling banyak Rp 2 miliar rupiah.  

Tugas LPS

LPS memiliki berbagai tugas dalam rangka penjaminan simpanan nasabah, antara lain:

  1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.

  2. Melaksanakan penjaminan simpanan.

  3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.

  4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik. 

  5. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

Wewenang LPS

Sementara itu wewenang yang dimiliki LPS antara lain:

  1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.

  2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.

  3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.

  4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.

  5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka (4).

  6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.

  7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.

  8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.

  9. Menjatuhkan sanksi administrasi. 

Syarat Penjaminan LPS

Perlu diketahui bahwa ada hal-hal yang harus dipenuhi agar nasabah bisa memperoleh penjaminan dari LPS. Misalnya nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, seperti tidak memiliki kredit macet dan melunasi kewajiban pinjaman tepat waktu. Selain itu, data diri dan daftar simpanan nasabah harus tercatat dalam pembukuan bank.

Adapun beberapa informasi penting tentang yang perlu kamu ketahui tentang program penjamin LPS antara lain sebagai berikut.

  1. Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.

  2. Simpanan nasabah bank berdasarkan Prinsip Syariah yang dijamin meliputi: (a) Giro berdasarkan Prinsip Wadiah; (b) Giro berdasarkan Prinsip Mudharabah, (c) Tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah; (d) Tabungan berdasarkan Prinsip Mudharabah Muthlaqah atau Prinsip Mudharabah Muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank; (e) Deposito berdasarkan Prinsip Mudharabah Muthlaqah atau Prinsip Mudharabah Muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank; serta simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS.

  3. Simpanan yang dijamin mencakup pula simpanan yang berasal dari bank lain.

  4. Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank. Saldo tersebut berupa: (a) Pokok tambahan bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah; (b) Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bunga; dan (c) Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk simpanan yang memiliki komponen diskonto.

  5. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah pada bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (join account).

  6. Untuk rekening gabungan (join account), saldo rekening yang diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorata dengan jumlah pemilik rekening.

  7. Dalam hal nasabah memiliki rekening tunggal dan rekening gabungan (join account), saldo rekening yang terlebih dahulu diperhitungkan adalah saldo rekening tunggal.

  8. Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang bersangkutan. 

  9. Sejak 13 Oktober 2008, saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah paling banyak sebesar Rp 2 miliar.

Kewajiban Peserta LPS

Sebagai peserta penjaminan, setiap bank atau lembaga keuangan mempunyai kewajiban:

  1. Menyerahkan dokumen salinan perizinan, akta pendirian, dan tingkat kesehatan bank.

  2. Membayar kontribusi kepesertaan sebesar 0,1% dari modal disetor bank, dan wajib disetorkan ke rekening LPS paling lambat 90 hari kalender sejak bank melakukan kegiatan operasional.

  3. Membayar premi secara rutin. Premi untuk setiap periode ditetapkan sebesar 0,1% dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode.

  4. Menyampaikan laporan secara berkala, yang meliputi: (a) Laporan Posisi Simpanan; (b) Laporan Keuangan Bulanan; (c) Laporan Tahunan yang telah diaudit; dan (d) Laporan Susunan Pemegang Saham, Pengendali bagi bank yang berbadan hukum koperasi, direksi, dan komisaris setiap kali ada perubahan.

  5. Menyampaikan laporan perubahan alamat.

  6. Menempatkan bukti kepesertaan di dalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat.

  7. Menempatkan pengumuman pada seluruh kantor bank yang dapat diketahui dengan mudah oleh nasabah mengenai: (a) maksimum tingkat bunga yang dianggap wajar yang ditetapkan LPS; dan (b) maksimum nilai simpanan yang dijamin LPS.

Keberadaan LPS yang Semakin Strategis

Kini LPS memiliki peran dan fungsi yang semakin strategis. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia memperluas mandat LPS dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Melalui undang-undang tersebut, LPS mendapat mandat baru yaitu penambahan dua metode resolusi dalam penanganan Bank Gagal melalui Purchase & Assumption dan Bank Perantara (Bridge Bank). Selain itu, LPS juga turut serta berperan dalam pencegahan terjadinya krisis dalam sistem keuangan nasional melalui Program Restrukturisasi Perbankan

Kemudian pada tahun 2020, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019, dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan menjadi undang-undang.

Melalui UU tersebut, LPS memiliki kewenangan baru antara lain:

  1. Melakukan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan bersama dengan OJK untuk penanganan permasalahan solvabilitas;

  2. Memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan Bank Selain Bank Sistemik dengan mempertimbangkan kriteria lain selain biaya penyelamatan paling rendah, dan

  3. Melaksanakan kebijakan penjaminan simpanan untuk kelompok nasabah dengan mempertimbangkan sumber dana dan/atau peruntukan simpanan serta besaran nilai yang dijamin bagi kelompok nasabah tersebut.

Kini LPS bersama dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan selalu bersinergi dan bekerja keras dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional yang mengalami disrupsi dampak pandemi. Dan, melalui berbagai kebijakan strategis yang dikeluarkan, pada akhirnya stabilitas sistem keuangan dan juga perbankan nasional dapat terjaga hingga saat ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *