Dalam ilmu ekonomi, dikenal istilah surplus konsumen dan surplus produsen. Keduanya menjadi perangkat dasar yang digunakan para ekonom untuk mempelajari kesejahteraan ekonomis para penjual dan pembeli di sebuah pasar.
Dalam pembahasan kali ini akan kita pelajari mengenai ilmu ekonomi kesejahteraan (welfare economics), yakni studi tentang bagaimana alokasi sumber daya mempengaruhi kesejahteraan ekonomis. Dan kita akan mulai studi tentang ilmu ekonomi kesejahteraan dengan melihat keuntungan yang diterima pembeli dan keikutsertaannya di sebuah pasar terlebih dahulu.
Surplus Konsumen
Surplus konsumen digunakan sebagai alat untuk mengukur kepuasan dan kesejahteraan konsumen. Surplus konsumen mengacu pada perbedaan antara jumlah maksimum yang bersedia dibayar seseorang untuk barang atau jasa dengan jumlah yang sebenarnya dibayarkan.
Misalkan seorang konsumen bernama Vai ingin membeli buah durian, dan bersedia membayar Rp25.000,00 untuk setiap kilogramnya. Nilai tersebut menggambarkan batas maksimal yang mau dibayarkan oleh Vai, yang disebut juga sebagai kesediaan membayar (willingness to pay) yang sekaligus menjadi ukuran seberapa besar ia menilai suatu barang.
Vai akan setuju membeli buah durian dengan harga di bawah atau sama dengan kesediaannya membayar, dan ia akan menolak membeli buah durian jika harganya melebihi kesediaannya membayar.
Vai kemudian pergi ke pasar dan mulai mencari buah durian. Begitu ia menemukan penjual durian dan mengetahui bahwa harga durian adalah Rp20.000,00 per kilogram, maka ia pun tanpa ragu membeli durian tersebut. Lalu keuntungan apa yang diterima Vai dari pembeliannya atas buah durian tersebut?
Vai memperoleh suatu penawaran yang sebenarnya. Dengan kesediaan membayar Rp25.000,00 per kilogram, ia justru hanya cukup membayar Rp20.000,00 per kilogram. Kita katakan Vai memperoleh surplus konsumen sebesar Rp5.000,00 per kilogram. Jadi, surplus konsumen (consumer surplus) adalah selisih antara kesediaan konsumen membayar dengan nilai yang sesungguhnya ia bayarkan.
Penggunaan Kurva Permintaan untuk Mengukur Surplus Konsumen
Untuk menggambarkan surplus konsumen secara grafis, kita dapat menggunakan kurva permintaan. Gambar 1 berikut menyajikan keterkaitan antara kurva permintaan dan surplus konsumen.
Kurva permintaan mencerminkan kesediaan membayar seluruh pembeli di pasar, dan Vai adalah salah satu di antaranya. Seperti kita ketahui bahwa kesediaan membayar Vai atas buah durian, itu lebih tinggi dibanding harga yang harus ia bayarkan. Besarnya surplus konsumen yang diperoleh Vai yaitu sebesar Rp5.000,00 per kilogramnya (Rp25.000,00 – Rp20.000,00), yang ditunjukkan oleh bidang trapesium abcd berwarna biru.
Semakin tinggi seorang konsumen bersedia membayar, tentu semakin besar surplus konsumen yang diperolehnya. Sebaliknya, jika kesediaan membayar seorang konsumen sama dengan atau bahkan di bawah harga pasar, maka ia tidak akan memperoleh surplus konsumen. Sementara itu besarnya surplus konsumen secara keseluruhan ditunjukkan oleh bidang segitiga cde yang terletak di bawah kurva permintaan dan di atas garis harga.
Perubahan Harga dan Akibatnya Terhadap Surplus Konsumen
Pembeli umumnya menginginkan harga yang lebih rendah untuk setiap barang yang akan mereka beli, karena penurunan harga tersebut akan meningkatkan kesejahteraan pembeli. Lalu seberapa banyakkah kesejahteraan pembeli akan meningkat ketika harga turun? Kita dapat memanfaatkan konsep surplus konsumen guna menjawab pertanyaan tersebut.
Gambar 2 memperlihatkan kurva permintaan yang lerengnya menurun (downward-sloping demand curve). Ketika harga sebesar P1, besarnya surplus konsumen yaitu sebesar bidang segitiga abc. Kemudian ketika harga turun dari P1 menjadi P2, maka surplus konsumen pun mengalami perluasan menjadi bidang segitiga adf. Kenaikan surplus konsumen yang ditimbulkan oleh penurunan harga tersebut sama dengan luas bidang bcfd.
Kenaikan surplus konsumen tersebut ada dua macam. Pertama, para pembeli lama yang dulu membeli produk dengan harga awal yang lebih tinggi (P1), memperoleh kesejahteraan yang lebih baik karena kini mereka bisa membelinya dengan harga yang lebih murah (P2). Kenaikan surplus konsumen para pembeli lama pada grafik nilainya sama dengan luas bidang bced.
Kedua, pembeli yang baru tertarik ikut membeli karena mereka kini bersedia membayar setelah harga turun. Karena adanya pembeli baru ini, maka kuantitas permintaannya bertambah dari Q1 menjadi Q2. Banyaknya surplus konsumen yang dinikmati oleh para pembeli baru ini ditunjukkan oleh luas bidang segitiga cef.
Surplus Produsen
Sekarang mari kita simak sisi lain dari pasar, yaitu sisi produsen. Kamu akan lihat nanti bahwa analisis kita tentang kesejahteraan produsen ini serupa dengan analisis kita terdahulu mengenai kesejahteraan konsumen.
Surplus produsen(producer surplus) merupakan manfaat yang diterima produsen/penjual pada saat harga pasar lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang sebenarnya telah dipersiapkan untuk ditawarkan. Karena para produsen mempunyai tingkat efisiensi yang tidak sama dalam memasok barang, maka besarnya biaya yang dipikul pun berbeda-beda.
Untuk memahami apa itu surplus produsen, coba perhatikan contoh berikut ini. Misalkan kamu bekerja sebagai pemilik usaha jasa renovasi rumah. Suatu ketika ada seseorang yang ingin merenovasi rumahnya, dan ia kemudian menghubungimu untuk membicarakan proyek pengerjaan renovasi rumah.
Pada prinsipnya, kamu mau mengerjakan pekerjaan tersebut asalkan tarifnya cocok, artinya harga yang kamu terima lebih besar dari biaya pengerjaan renovasi rumah itu. Di sini istilah biaya (cost) diartikan sebagai biaya yang mencakup semua pengeluaran serta nilai waktu yang kamu habiskan untuk merenovasi rumah tersebut, dan biaya tersebut juga mencerminkan nilai kesediaanmu dalam menjual jasa.
Kamu tentu akan lebih bersemangat menjual jasa jika si pemilik rumah menawarkan harga yang lebih tinggi daripada biaya yang harus kamu pikul, dan takkan mau bekerja dengan ongkos lebih rendah daripada biaya tersebut. Kamu pun bahkan tidak bersedia bekerja jika harga yang ditawarkan sama persis dengan biayanya.
Sekarang anggaplah kamu sudah mengecek kondisi rumah dan menghitung kebutuhan dana untuk melakukan renovasi. Biaya yang dibutuhkan untuk merenovasi rumah kira-kira sebesar Rp100 juta. Lalu datanglah penawaran dari si pemilik rumah untuk melakukan renovasi dengan bayaran Rp120 juta. Tanpa berpikir panjang, kamu pun kemudian sepakat dengan penawaran tersebut.
Lalu pertanyaannya, keuntungan apa yang kamu terima dari pekerjaan tersebut? Karena kamu bersedia bekerja dengan harga Rp100 juta namun mendapat bayaran Rp120 juta, maka kamu dikatakan memperoleh surplus produsen sebesar Rp20 juta. Istilah surplus produsen (producer surplus) didefiniskkan sebagai selisih antara pendapatan penjual dikurangi biaya produksi. Surplus produsen ini mengukur keuntungan produsen atas keikutsertaannya di sebuah pasar.
Gambar 3 menyajikan kurva penawaran yang menggambarkan biaya atau kesediaan melakukan renovasi rumah. Pada setiap kuantitas penawaran, harga yang ditunjukkan oleh kurva penawaran sama dengan biaya penjual marjinal (marginal seller). Karena kurva penawaran mencerminkan biaya para penjual, maka kita juga dapat memanfaatkannya untuk mengukur surplus produsen.
Pada Gambar 3, kita asumsikan bahwa harga yang disepakati adalah Rp120 juta. Pada keadaan ini, kamu bersedia untuk mengerjakan renovasi rumah. Perhatikan bahwa bidang yang terletak di bawah garis harga dan di atas kurva penawaran (bidang abcd) nilainya sebesar Rp20 juta. Jumlah ini persis sama dengan surplus produsen yang kamu peroleh.
Dari pengamatan itu, kita dapat menarik kesimpulan bahwa bidang yang terletak di bawah garis harga dan di atas kurva penawaran (bidang segitiga abe) mengukur surplus produsen secara keseluruhan di suatu pasar. Sementara bidang abcd mengukur surplus produsen yang kamu terima. Karena ketinggian kurva penawaran mengukur biaya produksi yang harus ditanggung penjual, maka selisih antara biaya produksi dengan harga pasar adalah surplus produsen.
Perubahan Harga dan Akibatnya Terhadap Surplus Produsen
Gambar 4 memperlihatkan kurva penawaran yang lerengnya menaik (upward-sloping). Seperti kita ketahui, surplus produsen adalah luas bidang yang terletak di bawah garis harga dan di atas kurva penawaran. Pada gambar di atas, surplus produsen yang tercipta ketika harganya P1 ditunjukkan oleh bidang segitiga abc.
Lalu ketika harga naik dari P1, ke P2, surplus produsen mengalami perluasan menjadi bidang segitiga adf. Kenaikan surplus produsen ini terdiri dari dua bagian. Pertama, para penjual lama yang sejak awal sudah menjual produk sebanyak Q1 dengan harga awal yang lebih rendah (P1), memperoleh peningkatan kesejahteraan karena sekarang mereka bisa menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi (P2). Kenaikan surplus produsen bagi penjual lama ini ditunjukkan oleh luas bidang bced.
Kedua, beberapa penjual baru tertarik ikut berpartisipasi di pasar karena mereka kini bersedia merenovasi rumah dengan harga jual yang lebih tinggi, sehingga kuantitas yang ditawarkan bertambah dari Q1 menjadi Q2. Surplus produsen yang dinikmati oleh para penjual baru ini ditunjukkan oleh luas bidang segitiga cef.
Surplus Total dan Efisiensi Pasar
Surplus konsumen digunakan para ekonom untuk mengukur kesejahteraan konsumen/pembeli, begitupun dengan surplus produsen yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan podusen. Karena dua ukuran kesejahteraan ekonomis ini begitu mirip, maka kita dapat menggunakan keduanya secara bersamaan. Dan hal itulah yang akan kita lakukan pada pembahasan berikut ini.
Surplus total (total surplus) merupakan penjumlahan dari surplus konsumen dan surplus produsen. Kamu tentu masih ingat bahwa surplus konsumen sama dengan bidang yang berada di atas garis harga dan di bawah kurva permintaan, sedangkan surplus produsen adalah bidang di bawah garis harga dan di atas kurva penawaran. Dengan demikian, total bidang antara kurva permintaan dan kurva penawaran sampai pada titik potongnya (titik ekuilibrium) mencerminkan surplus total.
Gambar 5 memperlihatkan surplus konsumen dan surplus produsen ketika pasar berada dalam kondisi ekuilibrium. Dalam kondisi ini harga akan menentukan keikutsertaan penjual dan pembeli di suatu pasar. Para pembeli yang menaksir nilai suatu barang melebihi harganya (dicerminkan oleh penggalan aE pada kurva permintaan) akan memutuskan untuk membeli barang tersebut, sedangkan (calon) pembeli yang taksiran nilainya lebih rendah ketimbang harganya (dicerminkan oleh penggalan DE pada kurva permintaan), tidak akan membelinya.
Demikian pula para penjual yang biaya produksinya lebih rendah ketimbang harganya (dicerminkan oleh penggalan cE pada kurva penawaran) memilih untuk memproduksi dan menjual barangnya. Sementara itu produsen yang biaya produksinya melampaui harga yang berlaku (dicerminkan oleh penggalan ES pada kurva penawaran), akan memilih untuk tidak berproduksi.
Surplus total dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan ekonomis masyarakat secara keseluruhan. Pasar yang berada dalam kondisi keseimbangan dapat memaksimalkan surplus total tersebut. Dengan kata lain, kondisi ekuilibrium itu identik dengan alokasi sumber daya yang efisien.
Pada kondisi ekuilibrium, si pengatur ekonomi tidak akan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dengan mengubah alokasi konsumsi di kalangan para pembeli ataupun mengubah alokasi produksi di antara para penjual. Para pengatur ekonomi juga tidak dapat meningkatkan total kesejahteraan ekonomi dengan cara memperbesar atau memperkecil kuantitas barang.
Dari penjelasan tadi dapat diambil kesimpulan bahwa sebaiknya para pengatur ekonomi cukup membiarkan pasar bekerja sebagaimana adanya. Kebijakan ini sesuai dengan pepatah Perancis “laissez-faire“, dan sejalan dengan pendapat Adam Smith yang menganggap bahwa tangan tidak nampak (invisible hand) telah memandu pembeli dan penjual ke suatu alokasi sumber daya ekonomi yang memaksimalkan surplus total. Dan ini pula yang menjadi alasan mengapa para ekonom seringkali menganjurkan penerapan pasar bebas sebagai cara terbaik untuk mengorganisasikan berbagai kegiatan ekonomi.