Perbankan merupakan industri dengan kebijakan yang kompleks dan regulasi yang ketat. Perlunya regulasi terhadap industri perbankan ini bertujuan untuk menghindari risiko kegagalan bank, yang berdampak tidak hanya kepada para nasabah, namun juga terhadap perekonomian secara menyeluruh (risiko sistemik).
Regulasi dalam industri perbankan tidak hanya mencakup produk dan layanan bank, tapi juga regulasi mengenai penyediaan modal minimum bagi bank-bank umum. Di samping itu, bank juga perlu meningkatkan kemampuan untuk menyerap risiko yang disebabkan oleh kondisi krisis dan/atau pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan bank sesuai dengan standar internasional.
Standar Basel
Pengaturan perbankan yang dilakukan bank-bank sentral dan otoritas pengawasan bank di seluruh dunia mengacu pada apa yang disebut dengan Standar Basel. Standar Basel adalah standar pengaturan perbankan yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS). BCBS adalah salah satu komite dalam Bank for International Settlements (BIS) yang berperan menetapkan standar pengaturan perbankan dan sebagai forum kerjasama terkait dengan pengawasan perbankan. BCBS terdiri atas 45 Bank Sentral dan Otoritas pengawasan bank dari 29 Negara.
Seperti Apa Standar Basel itu?
Standar Basel atau Basel Accord merupakan sejumlah set regulasi perbankan yang dibuat oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS). Standar Basel menjadi patokan untuk mengukur kesehatan bank dan bagaimana perbankan menjalankan prinsip kehati-hatian. Aturan yang saat ini terdiri atas Basel I, II, III, dan IV ini memberi rekomendasi tentang peraturan perbankan terhadap risiko modal, risiko pasar, dan risiko operasional. Nama Basel sendiri diambil dari sebuah nama kota terbesar ke-3 di Swiss (Kota Basel) yang menjadi tempat perumusan aturan ini.
Standar Basel mulai diterapkan di era tahun 1980-an. Sebelumnya BCBS telah beberapa kali mengeluarkan pedoman perhitungan kebutuhan modal minimum yang didasarkan kepada risiko yang dihadapi. BCBS sendiri merupakan Komite Regulasi dan Pengawasan Perbankan yang didirikan oleh perwakilan dari bank sentral G10 dan beberapa negara lainnya pada tahun 1974 akibat adanya kasus perbankan global.
BCBS dikenal juga sebagai forum internasional yang bekerjasama dalam hal pengawasan perbankan. Mandat komite ini adalah untuk memperkuat regulasi, pengawasan, serta praktik bank di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan stabilitas keuangan.
Sekretariat BCBS berada di Bank for International Settlements (BIS) di Basel, Swiss. BIS, yang merupakan organisasi keuangan internasional tertua di dunia (berdiri pada 17 Mei 1930), memiliki misi melayani bank-bank sentral yang menjadi anggota di dalamnya untuk bisa menciptakan kestabilan finansial dan moneter, juga mendorong kerjasama internasional di antara para anggota untuk mendukung misi yang sudah ditetapkan.
Pada tahun 1988, Komite Basel (Basel Committee) menghasilkan suatu kesepakatan/perjanjian yang diberi nama Basel Accord. Kesepakatan ini bertujuan untuk memperkuat posisi modal, mengurangi ketimpangan atas regulasi yang berbeda di tiap-tiap negara, dan mempertimbangkan berbagai risiko perbankan yang timbul secara tidak terduga.
Basel Accord pada awalnya merupakan pedoman bagi perbankan untuk menghitung kebutuhan modal untuk meng-cover risiko kredit. Pedoman ini kemudian diterima dan diterapkan di hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, meskipun dalam pedoman tersebut masih terdapat beberapa kelemahan.
Sejak dibentuk pada 1974, Basel Committee telah menerbitkan sejumlah dokumen tentang pengawasan bank, yaitu berupa kesepakatan yang dikenal sebagai Basel I, Basel II, Basel III, dan Basel IV. Perumusan kesepakatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas perbankan dan memperkuat pengawasan perbankan di seluruh dunia.
Basel I
Pertemuan Kesepakatan Basel pertama diadakan pada tahun 1988. Pada pertemuan tersebut dihasilkan suatu kesepakatan yang diberi nama Basel I. Latar belakang dirumuskannya Basel I yaitu karena adanya kekhawatiran atas krisis utang negara-negara Amerika Latin (Brazil, Argentina, dan Meksiko) pada awal 1980an yang dapat meningkatkan risiko perbankan internasional.
Fokus Basel I yaitu pada kecukupan modal lembaga keuangan dan banyak membahas mengenai risiko kredit. Menurut Basel I, aset-aset perbankan diklasifikasikan dan dikelompokkan menjadi 5 kategori sesuai risiko kredit, yaitu 0%, 10%, 20%, 50%, dan 100%.
-
Kategori risiko 0% terdiri dari kas, bank sentral dan utang pemerintah, dan setiap organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan atau Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
-
Utang sektor publik ditempatkan di kategori 0%, 10%, 20% atau 50% kategori, tergantung dari pada debitur.
-
Utang bank untuk pembangunan, OECD utang perusahaan sekuritas, utang bank non-OECD yang jatuh tempo di bawah satu tahun, utang sektor publik non OECD dan cash masuk dalam kategori 20%.
-
Kategori 50% adalah kredit perumahan, dan kategori 100% diwakili oleh utang swasta, utang bank non-OECD (jatuh tempo lebih dari satu tahun), real estate, pabrik dan peralatan, dan instrumen modal ditempatkan di bank lain.
Pada Basel I, bank-bank yang beroperasi secara internasional wajib memenuhi kebutuhan Rasio Modal Minimal Bank atau dikenal dengan CAR (Capital Adequacy Ratio), sebesar 8%. Sederhananya, jika bank memiliki aset tertimbang menurut risiko sebesar US$ 1 milyar dolar, maka diperlukan kecukupan modal minimal US$ 80 juta. Penetapan CAR sebesar minimal 8% ini adalah untuk memastikan bank memiliki sejumlah modal untuk memenuhi kewajibannya.
Peraturan dari BCBS ini dinyatakan efektif mulai tahun 1992, namun tidak memiliki kekuatan hukum. Anggota komite bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya di negara mereka masing-masing. Setahun kemudian, BCBS menyatakan bahwa bank-bank di negara anggota dengan cakupan bisnis internasional, telah memenuhi syarat minimum tersebut.
Kemudian pada 1995 terjadi krisis Barings Bank, yang menyangkut perdagangan instrumen pasar modal. Bank tersebut harus menanggung kerugian yang sangat jauh di atas modalnya, akibat ketidakmampuannya memenuhi kewajiban trading atas sebuah transaksi gelap. Atas kejadian tersebut, Basel Committee lalu mengeluarkan revisi Basel I yang disebut Basel 1.5.
Pada Amandemen Basel I ini ditambahkan perhitungan risiko pasar yang dapat timbul dari eksposur bank pada forex, surat utang yang diperdagangkan, ekuitas, komoditas, dan options. Dengan kata lain, bank diwajibkan untuk menyediakan modal untuk menutup risiko pasar. Perhitungan risiko pasar ini menggunakan Metode Standar dan Internal Model. Dalam amandemen ini juga diperkenalkan komponen Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3) yang hanya khusus digunakan untuk memperhitungkan risiko pasar.
Basel II
Basel II merupakan pembaruan dari Basel I. Latar belakang dirumuskannya Basel II yaitu karena adanya perubahan yang terjadi pada industri perbankan dan pasar keuangan, termasuk krisis keuangan yang terjadi di Asia Tenggara dan Asia Selatan tahun 1997 – 1998. Basel II ini dikenal juga dengan sebutan Revised Capital Framework.
BCBS mengumumkan kerangka Basel II pada 2004. Regulasi ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan dan kesehatan sistem keuangan dengan befokus pada tiga pilar, yaitu:
-
Minimum Capital Requirement, yaitu bank harus memelihara modal yang cukup untuk mendukung aktivitas risk taking.
-
Supervisory Review Process, yaitu bank harus dapat menilai risiko dari aktivitas yang dilakukan, dan pengawasan harus dapat mengevaluasi kecukupan penilaian yang dilakukan bank.
-
Market Discipline, yaitu bank harus mengungkapkan berbagai informasi untuk mendorong mekanisme pasar sehingga dapat mendukung fungsi pengawasan bank.
Sebagai tambahan, Basel II ini dimaksudkan untuk mengontrol berapa banyak modal yang harus ditahan bank untuk menghadapi berbagai jenis risiko keuangan dan operasional bank. Oleh karenanya, bank dituntut untuk melakukan self assesment terhadap risiko dan kecukupan modal (Internal Capital Adequacy Process/ICAAP).
Basel II berusaha berusaha untuk mempertimbangkan risiko dan persyaratan pengelolaan modal yang bertujuan memastikan setiap bank memiliki kecukupan modal yang memadai guna menghadapi risiko atas setiap pinjaman yang diberikan, serta praktik investasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, modal bank dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
-
Modal Tier 1, yaitu instrumen modal berkualitas tinggi dalam bentuk saham biasa (common stock) dan tidak memiliki fitur preferensi dalam pembayaran dividen/imbal hasil.
-
Modal Tier 2, yaitu penyempurnaan komponen modal inovatif yang berupa saham preferen atau instrumen utang yang bersifat subordinasi, tidak memiliki jangka waktu, pembayaran dividen atau imbal hasil bersifat non kumulatif, dan tidak memiliki fitur step up.
-
Modal Tier 3, hanya digunakan untuk memenuhi proporsi persyaratan modal bank untuk risiko pasar, terdiri atas instrumen utang subordinasi jangka pendek dengan karakter khusus.
Pada tahun 2009, BCBS kemudian menerbitkan penyempurnaan Basel II dengan konsep Basel 2.5. Revisi ini merupakan guidance untuk memperkuat Basel II setelah BCBS mengambil pelajaran dari sebab terjadinya krisis finansial. Rumusan Basel 2.5 dituangkan oleh BCBS dalam tiga (3) dokumen:
-
Enhancement to the Basel II Framework.
-
Revision to the Basel II Market Risk Framework.
-
Guidelines for Computing Capital Charge for Incremental Risk in the Trading Book.
Revisi dan peningkatan kerja Basel II tersebut diteruskan kepada perbankan untuk dilaksanakan. Namun terakhir BCBS menerbitkan pula ketentuan yang lebih lengkap yang disebut sebagai Basel III, sehingga Basel II yang sudah direvisi dengan tiga ketentuan di atas disebut sebagai Basel 2.5.
Basel III
Krisis keuangan global pada tahun 2007 – 2009 yang diikuti oleh runtuhnya Lehman Brothers, menjadi alarm bagi lembaga keuangan dunia. Kejadian ini menunjukkan manajemen risiko dan aturan pemerintah yang lemah, struktur insentif yang tidak layak, dan pengaruh industri perbankan yang berlebihan. BCBS menilai modal yang dipersyaratkan Basel II perlu diperbaharui.
Pada November 2010, telah disusun kesepakatan mengenai rancangan keseluruhan dari paket reformasi permodalan dan likuiditas terbaru. Kesepakatan ini sekarang dikenal sebagai Basel III. Basel III merupakan reformasi pengaturan di sektor perbankan sebagai respon krisis keuangan dunia tahun 2008 yang diakibatkan oleh kurangnya kecukupan modal, tingginya variasi ATMR antar bank-bank, leverage yang sangat tinggi dan liquidity crunch.
Basel III merupakan kelanjutan dari tiga pilar di Basel II dengan persyaratan dan perlindungan tambahan, termasuk kewajiban bank memiliki minimum ekuitas umum dan rasio likuiditas minimum. Kerangka peraturan ini juga memberi persyaratan tambahan pada lembaga keuangan yang memiliki pengaruh sistemik pada industri perbankan untuk memenuhi kebutuhan modal minimum menjadi 13% atau 15%. Namun secara umum, peraturan kecukupan modal tetap di level 8%.
Pada Basel III, perbankan diwajibkan meningkatkan permodalan yang memasukkan perhitungan countercyclical capital buffer dan surcharge yang akan membuat kondisi permodalan perbankan semakin kuat, dan pada akhirnya berdampak positif pada stabilitas sistem keuangan.
Implementasi Basel III diharapkan dapat mengatasi procyclicality pertumbuhan kredit, di samping meningkatkan ketahanan perbankan melalui peningkatan permodalan. Procyclicality perbankan adalah perilaku penyaluran kredit perbankan yang berlebihan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat ketika dalam kondisi ekspansi. Sebaliknya, bank cenderung menahan kredit saat kondisi kontraksi. Tindakan ini akan mempercepat penurunan kegiatan ekonomi.
Selain itu, penerapan Basel III diyakini dapat menekan pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan. Oleh sebab itu, tidak salah jika Basel III ini menjadi kebijakan makroprudensial untuk membantu membatasi kemungkinan timbulnya risiko sistemik, yang bersumber dari pertumbuhan kredit yang berlebihan pada saat siklus ekonomi sedang berekspansi.
Menuju Basel IV
Saat Basel III menunggu tenggat waktu implementasi terakhirnya, BCBS terus mengubah ketentuannya. Di sebagian komunitas keuangan, proposal tersebut kemudian dikenal dengan nama “tidak resmi” Basel IV. Basel IV adalah nama informal untuk serangkaian usulan reformasi perbankan yang dibangun berdasarkan kesepakatan perbankan internasional yang dikenal sebagai Basel I, Basel II, dan Basel III.
Basel IV akan lebih fokus pada perubahan metode perhitungan ATMR untuk semua jenis risiko, apakah itu risiko pasar, risiko kredit, atau risiko operasional. Di samping itu akan ada perubahan dalam hal penggunaan Metode Standar dan Internal Model.
Karena tidak ada perubahan yang dipandang cukup substansial, beberapa orang lebih suka menyebut kesepakatan tersebut sebagai Basel 3.1. Dan rencananya kesepakatan tersebut diterapkan pada 1 Januari 2023.