Di antara kita pasti pernah mendengar mengenai Prinsip Ekonomi. Banyak ekonom mengartikan prinsip ekonomi sebagai suatu usaha untuk memperoleh hasil maksimal dengan pengorbanan tertentu, atau suatu usaha untuk memperoleh hasil tertentu dengan pengorbanan yang minimal.
Prinsip ekonomi sebenarnya merupakan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang efektif dan efisien. Ia digunakan sebagai landasan/panduan dalam kegiatan ekonomi untuk mencapai perbandingan rasional antara pengorbanan yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
Prinsip ekonomi termasuk salah satu elemen ilmu ekonomi. Tidak sekedar membandingkan antara hasil dan pengorbanan, prinsip ekonomi menjadi dasar yang dapat memberikan kita gambaran umum mengenai hakikat ilmu ekonomi itu sendiri.
Dilansir dari Principles of Economics 8th Edition 2018 (N. Gregory Mankiw), terdapat 10 Prinsip Ekonomi. Kesepuluh prinsip ekonomi tersebut terbagi dalam tiga bagian, antara lain: (a) prinsip yang berhubungan dengan bagaimana orang membuat keputusan, (b) prinsip yang berhubungan dengan bagaimana orang berinteraksi, dan (c) prinsip yang berhubungan dengan cara kerja ekonomi.
Pada bagian satu ini, kita akan membahas prinsip ekonomi yang berhubungan dengan bagaimana orang membuat keputusan. Sementara sebagian prinsip ekonomi lainnya akan dijelaskan pada tulisan berikutnya. Berikut adalah prinsip-prinsip ekonomi yang terkait dengan bagaimana kita membuat keputusan.
1. Kita Selalu Menghadapi “Trade-Off“
“There’s no such thing as a free lunch” (tidak ada yang gratis di dunia ini. Untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, kita harus mengorbankan sesuatu yang lain. Atau jika kita memiliki banyak tujuan, sebagian tujuan harus kita lepaskan demi tujuan tertentu yang paling kita inginkan.
Dalam setiap pembuatan keputusan, kita selalu dihadapkan dengan dilema (trade-off). Misalnya sebuah perekonomian dihadapkan dengan trade-off antara efisiensi dan pemerataan. Efisiensi merujuk pada ukuran kue ekonomi, sedangkan pemerataan mengacu pada bagaimana pembagian kue itu. Biasanya saat pemerintah hendak membagi kue ekonomi ke dalam potongan yang lebih kecil, ukuran kue secara keseluruhan akan menyusut.
Dalam merumuskan kebijakan, Pemerintah (termasuk kita) kerap menghadapi kesulitan bagaimana meraih dua tujuan yang saling bertentangan tersebut sekaligus. Kita pun harus senantiasa menyadari fakta akan adanya trade-off itu. Dengan mengetahui berbagai kemungkinan/pilihan yang ada, diharapkan kita bisa membuat keputusan yang lebih baik.
2. Biaya Adalah Apa yang Kita Korbankan Untuk Memperoleh Sesuatu
Karena kita senantiasa dihadapkan dengan trade-off, maka setiap keputusan yang kita ambil sebaiknya selalu mempertimbangkan antara biaya dan manfaat yang kita peroleh dari pilihan tersebut. Namun dalam ilmu ekonomi, biaya itu tidak hanya total uang (sumber daya) yang harus kita keluarkan (biaya langsung), melainkan biaya kesempatan yang hilang karena tidak memilih alternatif pilihan yang lain.
Misalkan saat kita memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi selepas lulus SMA. Biaya yang harus dikeluarkan antara lain membayar iuran pendidikan tiap semester, membeli buku-buku, membayar biaya sewa penginapan (kos), membeli makan, dan masih banyak lagi.
Semua biaya tersebut belum memperhitungkan biaya terbesar kita, yaitu waktu kita. Padahal waktu tersebut bisa kita gunakan untuk hal lain selain kuliah, misalnya bekerja dan mengumpulkan uang. Dan bagi sebagian mahasiswa, peluang mendapatkan penghasilan harus dikorbankan demi mengikuti perkuliahan. Peluang mendapatkan penghasilan seringkali menjadi biaya terbesar atas pendidikan kita.
Sekarang kita mulai sadar mengenai Biaya Peluang. Biaya Peluang (opportunity cost) adalah segala sesuatu yang harus kita korbankan untuk memperoleh sesuatu. Jadi, setiap kita akan mengambil keputusan atau memilih sebuah tindakan, kita tidak hanya harus menghitung biaya langsung, namun juga harus menghitung biaya peluangnya.
3. Orang Rasional Berpikir pada Suatu Marjin
Saat kita dihadapkan pada sebuah ujian mata pelajaran ekonomi, tentu pilihannya bukan 24 jam belajar terus-menerus atau tidak belajar sama sekali, melainkan kita akan memutuskan apakah akan menambah satu jam ekstra untuk membaca materi atau malah dihabiskan untuk bermain video games. Para ekonom mengartikan ini sebagai perubahan-perubahan marjinal (marginal changes), yang menggambarkan penyesuaian-penyesuaian tambahan kecil dalam pelaksanaan suatu rencana.
Dalam ilmu ekonomi, “marjin” dapat diartikan juga sebagai tepi atau batas. Dalam banyak situasi, kita dapat membuat keputusan terbaik jika mau berpikir pada suatu marjin. Sebagai sebuah contoh, mari kita simak penjelasan berikut ini.
Misalnya suatu saat nanti kamu hendak menempuh pendidikan tingkat magister. Sebelum memutuskan hal itu, ada baiknya kamu mengetahui manfaat yang diperoleh jika kamu berhasil meraih gelar magister, seperti mendapatkan gaji yang lebih tinggi dan memperoleh kepuasan dalam belajar. Di samping itu, kamu juga harus mengetahui biaya tambahan yang akan kamu keluarkan, seperti SPP dan gaji yang tidak akan kamu dapatkan jika kamu tidak bekerja karena kembali bersekolah.
Nah, sebagai orang yang rasional, kamu harus berpikir pada suatu marjin. kamu harus bisa membandingkan manfaat marjinal dan biaya marjinal. Kamu dapat mengevaluasi apakah tahun-tahun yang kamu gunakan untuk bersekolah lagi setimpal dengan pengorbanannya.
4. Kita Bereaksi Terhadap Insentif
Dalam membuat keputusan, kita selalu membandingkan antara biaya dan manfaat yang kita peroleh. Namun begitu biaya dan manfaat itu berubah, maka perilaku kita pun akan berubah. Itu artinya, orang selalu bereaksi atau tanggap terhadap insentif.
Jika harga es krim naik misalnya, kita mungkin akan terdorong untuk membeli lebih banyak yogurt dan mengurangi konsumsi es krim. Sebaliknya, ketika harga es krim naik, para produsen es krim akan segera menambah pekerja dan meningkatkan kapasitas produksinya, karena manfaat menjualnya meningkat. Hal ini menandakan adanya pengaruh harga terhadap perilaku pembeli dan penjual di suatu pasar.
Contoh lain yaitu jika seseorang yang sudah bekerja dengan gaji tertentu, bisa saja bersedia menambah jam kerjanya jika ada tambahan upah dari tambahan pekerjaannya tersebut. Artinya ia akan bereaksi atau mengubah sikap ketika ada perubahan biaya atau manfaat yang ia peroleh.