Sejarah pemikiran ekonomi telah melalui perjalanan yang sangat panjang. Pemikiran ini dimulai sejak ribuan tahun yang lalu, di mana manusia mulai mengelola sumber daya yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sejarah ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya pemikiran ekonomi pada masa setelahnya hingga kini.
Catatan mengenai konsep dan pemikiran ekonomi zaman dahulu dapat ditemukan dalam ajaran-ajaran agama, kaidah hukum, maupun aturan moral. Salah satu pemikiran ekonomi yang muncul pada masa lalu ialah pemikiran ekonomi aliran Pra Klasik. Pra Klasik dianggap sebagai tonggak awal munculnya pemikiran di bidang ekonomi. Meskipun terbilang sederhana, namun keberadaannya dalam sejarah pemikiran ekonomi telah menjadi pedoman, pembelajaran, ataupun inspirasi bagi pemikiran-pemikiran ekonomi di masa-masa selanjutnya.
Lalu seperti apa pemikiran ekonomi pada masa pra klasik ini? Siapa saja tokoh yang ada di masa tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas pada uraian berikut ini.
Ruang Lingkup Ekonomi Pra Klasik
Pemikiran Ekonomi Pra Klasik adalah sekelompok pemikiran yang muncul dari para ahli atau tokoh ekonomi sebelum aliran Klasik. Pemikiran ekonomi ini sudah muncul sejak lama, yaitu sejak zaman Yunani Kuno.
Ekonomi aliran Pra Klasik dapat dibagi ke dalam empat bagian, yaitu pemikiran zaman Yunani Kuno, pemikiran kaum Skolastik, era Merkantilisme, dan mazhab Fisiokrat. Keempat sub aliran tersebut merupakan pemikiran awal tentang ekonomi, sebelum ekonomi itu berdiri sebagai cabang ilmu tersendiri.
Dengan mempelajari sejarah pemikiran ekonomi dan sistem yang ada di dalamnya, akan diketahui teori-teori yang digunakan dalam menghadapi masalah ekonomi tertentu. Tentu saja ekonomi aliran Pra Klasik ini memiliki banyak kelebihan dan kekurangan dalam tiap pendekatan yang digunakan. Namun tidak dapat dipungkiri, teori-teori ekonomi yang muncul pada masa sekarang sesungguhnya sedikit-banyak dipengaruhi dan terinspirasi oleh pemikiran tokoh-tokoh ekonom Pra Klasik.
Pemikiran Ekonomi Masa Yunani Kuno
Tahukah kamu, persoalan ekonomi itu sama tuanya dengan keberadaan manusia itu sendiri. Namun, bukti-bukti ilmiah secara nyata hanya bisa ditelusuri hanya sampai masa Yunani Kuno.
Pada masa Yunani Kuno, pembahasan tentang ekonomi masih merupakan bagian dari filsafat, khususnya filsafat moral. Pemikiran ekonomi didasarkan pada rasa keadilan, kelayakan, dan kepatuhan yang perlu diperhatikan dalam rangka mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Aliran ekonomi yang seringkali disebut sebagai aliran filsafat ini, ditandai oleh munculnya pemikiran para filosof Yunani yang telah memberikan pemikirannya untuk masalah ekonomi. Walaupun hasil pemikiran mereka untuk masalah ekonomi tidak begitu banyak, mereka telah memberikan sesuatu yang sangat berharga, terutama sebagai perintis dalam penelaahan ekonomi secara lebih ilmiah dan mendasar.
Pada masa ini terdapat beberapa tokoh yang ikut berperan dalam pemikiran ekonomi, antara lain Xenophone, Plato, dan Aristoteles. Pemikiran mereka umumnya ditemukan dalam kaidah-kaidah hukum, ajaran-ajaran agama, serta etika atau aturan-aturan moral.
Xenophone (440–355 SM)
Xenophone (440–355 SM) adalah seorang filsuf Yunani yang memperkenalkan istilah ekonomi yang berasal dari penggabungan dua suku kata, yaitu oikos dan nomos yang berarti “pengaturan atau penggabungan rumah tangga”. Xenophone juga dikenal sebagai seorang prajurit, sejarawan, dan murid Socrates. Ia bahkan bersama Plato pernah menelaah tentang untung rugi dalam masalah pembagian kerja.
Karya utama dari Xenophone adalah “On the Means of Improving the Revenue of the State Athens”. Buku tersebut menjelaskan bahwa negara Athena mempunyai beberapa kelebihan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan negara, yaitu melalui pengembangan sektor kepariwisataan karena Athena merupakan wilayah yang sangat indah dengan posisinya yang strategis.
Xenophone menganjurkan agar pengunjung harus dilayani dengan baik. Harapannya, mereka akan datang ke Athena dengan membayar pajak, sehingga membawa kemakmuran bagi masyarakat sekitar. Semakin baik pelayanan, semakin banyak pula pengunjung, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan.
Plato (427–347 SM)
Plato, seorang filsuf terkenal, memiliki pola pikir seperti halnya kaum ningrat. Ia memandang rendah para pekerja kasar dan orang yang mengejar kekayaan, termasuk lewat perdagangan. Sebaliknya, ia sangat menghargai para prajurit, negarawan, dan orang yang bekerja di sektor pertanian.
Gagasan Plato tentang ekonomi timbul dari pemikirannya tentang keadilan dalam sebuah negara ideal. Plato beranggapan bahwa para penguasa tidak dibenarkan memiliki kekayaan yang lebih dari cukup. Hak milik seharusnya menjadi hak milik bersama.
Plato juga menyadari bahwa produksi merupakan basis suatu negara dan diversifikasi pekerjaan merupakan suatu keharusan, karena tidak seorang pun yang dapat memenuhi kebutuhannya. Uraian Plato mengutamakan pembagian kerja yang memberi kesempatan kerja kepada manusia untuk memilih pekerjaan sesuai dengan pembawaannya. Inilah awal dasar pemikiran Prinsip Spesialisasi yang kemudian dikembangkan oleh Adam Smith.
Teori Pembagian Kerja (Division of Labor) yang dikembangkan oleh Adam Smith berasal dari pandangan Plato. Perbedaannya, pembagian kerja versi Smith ditujukan untuk memacu pertumbuhan output dan pembangunan ekonomi. Sementara pembagian kerja versi Plato ditujukan untuk pembangunan kualitas kemanusiaan.
Aristoteles (384–322 SM)
Aristoteles seorang filsuf yang merupakan murid Plato. Ia merupakan orang pertama yang melihat bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu tersendiri yang pembahasannya harus dipisahkan dengan ilmu-ilmu lainnya. Aristoteles juga dianggap sebagai orang pertama yang meletakkan pemikiran dasar tentang teori nilai (value) dan harga (price), yang hingga kini masih dipelajari dalam teori ekonomi.
Hasil pemikiran Aristoteles dalam bidang ekonomi tertuang dalam bukunya yang berjudul Politic (Negara). Kontribusinya yang paling besar terhadap ilmu ekonomi adalah pemikirannya terhadap pertukaran barang (barter). Dalam mengelola rumah tangga dan negara dibutuhkan kegiatan produksi dan tukar-menukar.
Aristoteles tidak membenarkan kegiatan perdagangan untuk mengejar keuntungan. Pendapat ini tentunya sangat tidak relevan untuk masa sekarang, karena ia tidak melihat dampak produktif dari perdagangan.
Aristoteles mengajarkan bahwa fungsi uang tidak hanya sebatas alat tukar, tetapi juga sebagai pengukur nilai dan penimbun kekayaan. Ia juga secara tegas menolak pinjam-meminjam uang dengan bunga. Uang memang bernafaat sebagai alat tukar, namun jika digunakan untuk mengejar keuntungan, uang dapat menimbulkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin, korupsi, dan pemborosan.
Pemikiran Kaum Skolastik
Pada abad pertengahan di Eropa, di mana Kekaisaran Romawi mulai runtuh, kegiatan ekonomi mulai menyesuaikan dengan struktur masyarakat yang baru. Pada masa ini gereja sangat berperan dalam menentukan aturan moral. Dan ajaran-ajaran skolastik sendiri sangat dipengaruhi oleh ajaran agama. Dengan demikian, perilaku ekonomi sangat dipengaruhi oleh ajaran gereja.
Ciri utama aliran ini adalah kuatnya hubungan antara ekonomi dengan masalah etis serta besarnya perhatian pada masalah keadilan. Tokoh-tokoh aliran skolastik sangat dipengaruhi oleh ajaran gereja yang lebih dominan dibanding ekonomi. Pada masa itu pendidikan diserahkan pada tokoh-tokoh gereja yang dikenal dengan nama “The Scholastics”, sehingga periode ini disebut dengan masa skolastik.
Para tokoh aliran skolastik menerima doktrin gereja sebagai dasar pandangan filosofisnya di mana mereka berupaya memberikan pembenaran apa yang telah diterima dari gereja secara rasional. Mereka berasumsi bahwa perilaku ekonomi adalah salah satu aspek perilaku yang terikat dengan aturan-aturan moralitas.
Orang-orang pada masa itu menganggap kekayaan materi sangat diperlukan, sebab tanpa materi kita tidak bisa menghidupi diri sendiri apalagi menolong orang lain. Akan tetapi bagaimanapun juga motif ekonomi sangat dikecam. Hal ini tergambar dalam kalimat “The merchant can scarcely or never be pleased to God” (pedagang itu hampir atau tidak pernah senang kepada Tuhan). Tokoh-tokoh aliran skolastik ini antara lain Albertus Magnus dan Thomas Aquinas.
Albertus Magnus (1206–1280)
Albertus Magnus merupakan filsuf masa skolastik yang paling terkenal. Konsepnya yang terkenal adalah konsep harga yang adil dan pantas (just price), yaitu harga yang sama besarnya dengan biaya dan tenaga yang dikorbankan untuk menghasilkan barang tersebut. Menurutnya, jika seseorang menetapkan harga melebihi harga yang adil, maka orang tersebut dianggap telah melanggar etika dan tidak pantas dihormati.
Thomas Aquinas (1225–1274)
Tokoh lain yang terkenal di masa skolastik ialah Thomas Aquinas. Ia mendapat gelar “The Angelic Doctor” karena banyak pemikirannya yang tak terpisahkan dari gereja. Thomas Aquinas memiliki pandangan yang berbeda dengan hukum yang dikembangkan oleh bangsa Yahudi tentang harga dan bunga. Menurutnya, mengenakan bunga atas uang yang dipinjamkan termasuk riba.
Dalam bukunya yang terkenal, Summa Theologica, dijelaskan bahwa memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil, sebab sama saja dengan menjual sesuatu yang tidak ada. Pemikirannya ini banyak dipengaruhi oleh wahyu dan hukum dalam agamanya.
Thomas Aquinas juga membahas mengenai harga barang. Menurutnya, kerja dan ongkos-ongkos yang dikeluarkan akan menentukan harga barang. Teori ini kemudian akan melahirkan teori nilai objektif. Namun menurut Aquinas, menjual barang di atas harga yang patut, dan membeli barang di bawah harga yang patut itu termasuk perbuatan dosa. Harga yang berlaku seharusnya adalah harga yang adil (just price).